PENDAHULUAN
Banyak analisis pendidikan matematika di sekolah kita mengidentifikasi berbagai isu dalam masalah kami tentang isu-isu ini seputar 4 masalah berikut yang kami anggap sebagai bidang utama yang menjadi perhatian:
- Rasa takut dan kegagalan mengenai matematika diantara mayoritas anak.
- Sebuah kurikulum yang mengecewakan baik minoritas bakat maupun mayoritas yang tidak berpartisipasi pada saat bersamaan.
- Metode kasar dalam penilaian yang mendorong persepsi matematika sebagai perhitungan mekanis.
- Kurangnya persiapan guru dan dukungan dalam pengajaran matematika
Masing-masing dapat dan perlu diperluas karena menyangkut kerangka kurikulum dengan cara yang esensial.
KETAKUTAN DAN KEGAGALAN
Jika ada mata pelajaran yang menimbullkan beragam komentar emosional, pastilah matematika. Sementara orang orang tak berpendidikan di Tamil akan mengakui (setidaknya tanpa rasa malu) mengabaikan beragam Tirukkural, yang menjadi norma sosial bagi siapapun dengan banggan menyatakan bahwa mereka tak pernah belajar matematika.
Sedangkan banyak disikapi oleh orang dewasa, di antara anak-anak (yang dipaksa lolos ujian matematika) sering menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada anak-anak. kecemassan terhadap maematika dan “fobia matematika” adalah istilah yang biasa digunakan dalam literatur populer.
Dalam konteks masyarakat India, ada ruang istimewa dalam benak untuk kecemasan tersebut. Seiring dengan pemerataan pendidikan dasar menjadi prioritas nasional dan pendiididkan dasar menjadi hak resmi, pada saat bersejarah ini, sebuah percobaan harus dibuat untuk memperhatikan tiap aspek yang mengasingkan anak di sklah dan berkontribusi thdp anak yg tidak ikut serta, yang kadang menuntun mereka keluar dari sistem.
Jika ada mata pelajaran yang diajarkan di sekolah yang memainkan peran yang berpngaruh dalan mengasingkan anak dan menyebabkan mereka berhenti menghadiri sekolah, mungkin matematika, yang menimbulkan kesan mengerikan, dan menjadi sebagian besar dari tuduhan (terhadap masalah).
Ketakutan semacam ini berkaitan erat dengan rasa gagal. Saat kelas 3 atau 4 SD, banyak siswa mulai melihat diiri mereka tidak mampu mengatasi tuntutan yang dibuat oleh matematika. Di SMA diantara anak yang gagal dalam satu atau dua mapel saat UAS dan sehingga menghambat, banyakya anak ang gagal di matematika. Data statistik ini berlanjut seiring pada saat kelas X, ketika orang India mempermasalahkan sebuah sertifikat pendidikan. Kebanyakan gagal di matematika saat Board Exam.
Terdapat banyak sudut pandang dalam penelitian dan analisis yang menyebabkan ketakutan terhadap matematika di sekolah. Diantaranya adalah kumulatif alami matematika (matematika yang berkaitan tiap materi).
Jika anak terhambat di materi desimal maka anak akan terambat di pecahan persen ; jika anak terhambat di pecahan persen maka anak akan terhambat dengan materi aljabar dan materi matematika lainnya.
Alasan utama lainnya dikatakan bahwa permasalah di keunggulan dari bahasa simbol. Ketika simbol dimanipuasi tanpa pemahaman, akan ad saat kejenuhan dan kebingungan yang mendominasi banyak anak, dan mengembangkan pemisahan. Kegagalan dalam matematika dapat terbaca dari indikator sosial.
Permasalahan struktural dalam pendidikan India, mencerminkan struktur diskriminasi sosial, terhadap jenis kelamin, kasta, kelas sosial, berperan serta dalam kegagalan yang lebih jauh (dan merasa kegagalan) dalam pendidikan matematika.
Pemerataan sikap sosial yang memandang perempuan tak cakap matematika, yang selama ratusan tahun telah diasosiasikan kemampuan penghitungan formal kepada kasta lebih tinggi, mendalamkan kegagalan dari pembentukan harapan pemuasan diri.
Hal istimewa yang membuat masalah juga adalah bahasa yang digunakan di buku teks, terutama dalam tingkat pendidikan dasar. Sebagian besar dari anak anak di India, bahasa matematika yang dipelajari di sekolah jauh dari bahasa yang digunakan sehari – hari dan terutama terlarang. Masalah ini menjadi kekuatan besar dari pengasingan dari yang semestinya.
KURIKULUM YANG MENGECEWAKAN
Kebanyakan kurikulum matematika itu mengutamakan tata cara dan pengetahuan dari pemahaman rumus-rumus yang dapat meningkatkan keinginan.
Kebiasaan umum matematika di sekolah sebagai berikut :
- Sebagian besar menyerah di awal, sisa materi yang kurang dalam matematika, atau sebaiknya, untuk melihatnya, mempertahankan sebuah pencapaian dari tingkat terendah.
Untuk anak-anak ini, apa yang kurikulum tawarkan adalah sebuah penyediaan dari fakta fakta matematika, yang dipinjamkan berkala ketika persiapan ujian-ujian
Di sisi lain, secara luas matematika diakui bahwa banyak terkandung materi disiplin, matematika adalah subjek yang dapat melihat motivasi besar dan bakat pada usia dini di sebagian kecil anak anak. Anak anak ini memerlukan kuantitas dan aljabar dengan mudah dan melanjutkan dengan fasilitas yang memadai. Apa yang kurikulum tawarkan untuk anak-anak seperti yang kekecewaan mendalam. Dengan tidak menawarkan materi mendalam, tidak menentang mereka, pengaturan kurikulum untuk menggunakan motivasi terendah mereka. Pembelajaran berprosedur mungkin mempermudah mereka, tetapi mereka memahami dan kapasitas untuk penalaran masih belum diimbangi.
PENILAIAN YANG KASAR
Berbicara tentang ketakutan & kegagalan. Bagaimana jika terjadi suasana kelas yang asing bagi siswa, keadaan tidak akan menimbulkan kepanikan, sama halnya ujian.
Banyak masalah yang dikutip antara hubungan prosedur tirani dan menghafal rumus matematika di sekolah, dan alasan utama menguasai prosedur yaitu sifat dari penilaian dan evaluasi. Ujian yang digambarkan (hanya) untuk diujikan pengetahuan prosedur dan hafalan rumus dan fakta seorang siswa dan mengingat secara kritis dari ujian yang dilaksanakan di sekolah.
Anak-anak yang tidak bisa menggantikan pengalaman kepanikan secara tepat akan berakibatkan kegagalan. Sementara itu, Matematika adalah latar utama dari penyelesaian masalah yang ada di sekolah, itu juga hanya di ruang lingkup anak-anak yang dapat bermain dalam menjawab pertanyaan. Setiap pertanyaan matematika memiliki satu jawaban yang unik, dan juga kalian mengetahuinya atau tidak.
Dalam Bahasa, Pelajaran social, atau bahkan Sains, anda boleh mencoba dan mendemonstrasikan beberapa bagian pengetahuan, tetapi (pandangan siswa) cara tersebut tidak bisa dilakukan dipelajaran matematika.
Secara jelas, sudut pandang tersebut lebih mudah berkaitan dengan kecemasan. Secara menakjubkan, ketika ada kesepakatan penelitian dalam pendidikan matematika dan beberapa dari itu penyebab perubahan dalam pedagogi dan kurikulum. Bagian tersebut telah terlihat sedikit perubahan di sekolah seama ratusan tahun atau lebih adalah prosedur evaluasi dalam matematika.
Ini tidak kebetulan bahkan diterbitkan selama 3 bulan ujian di kelas VII ialah tidak terlalu berbeda dalam tata cara dan pola ujian di kelas X, dan dengan pola dominasi bahwa di akhir bab latihan yang tertulis di buku.
Itu selalu diaplikasikan dibeberapa bagian informasi yang diberikan secara tertulis untuk menyelsaikan masalah spesifik yang ujiannya untuk formalisme. Secara kuno dan metode penilaian harusnya dirombak secara menyeluruh jika ada perubahan dasar.
PERSIAPAN GURU TIDAK MEMADAI
Lebih dari sekedar konten disiplin lainnya, pendidikan matematika sangat bergantung pada persiapan yang dimiliki oleh guru, dalam pemahaman sendiri tentang matematika, tentang sifat matematika, dan ditanya tentang tektik pedagiguk. Pedagogik berpusat pada buku menumpulkan aktivitas matematika.
Kedua ujung spectrum, pengajaran matematika menimbulkan masalah khusus pada tingkat dasar, kebanyakan guru berasumsi bahwa mereka tau semua matematika yang dibutuhkan dan juga tidak ada pelatihan pedagogic tertentu, cukup mencoba dan menindak kritis memproduksi teknik yang mereka alami di sekola sehari-hari. Seringkali akhirnya mengabadikan masalah sepanjang waktu dan hidup.
Pada tingkat menengah dan tingkat atas, beberapa guru menghadapi situasi yang berbeda. Silabus mengalami perubahan sejak masa sekolah mereka karena tidak adanya program pendidikan yang sistematis dan berkelanjutan untuk para guru, dasar mereka dalam mengkonsep tidak kuat. Hal ini mendorong ketergantungan pada catatan yang tersedia di pasar, menawarkan sedikit luas atau dalam untuk siswa.
Sementara persiapan dan dukungan guru yang tidak memadai berdampak negative pada semua masa matematika sekolah. Pada tahap utama, konsekuensi utamanya adalah pedagogic, matematika jarang berguna dengan temuan psikologi anak
Pada tahap utama diatas, ketika bahasa abstraksi diaplikasi dalam aljabar, tidak memadainya persiapan guru mencerminkan ketidakmampuan menghubungkan matematika formal dengan pengalaman belajar kemudian, itu mencerminkan juga ketidakmampuan untuk menawarkan koneksi dengan matematika atau lintas bidang studi untuk pengaplikasian dalam sains, sehingga menghilangkan siswa dari motivasi penting dan apresiasi.
MASALAH SISTEMATIK LAINNYA
Kami ingin menyebutkan secara singkat beberapa sumber masalah sistematis lainnya. Satu masalah utama adalah :
- Kompartementalisasi : ada sedikit komunikasi sistematis antara guru sekolah dasar dan sekolah menengah atas dari matematika, dan tidak ada sama sekali diantara guru sekolah menengah dan pergurukan tinggi matematika. Kebanyakan guru sekolah tidak pernah terlihat berinteraksi dengan atau berkonsultasi penelitian matematikawan. Mereka yang terlibat dalam pendidikan guru lagi – lagi berada di luar dunia perguruan tinggi dan matematika riset.
- Akselerasi Melingkar : generasi yang lalu, kalkulus pertama kali ditemui oleh seorang mahasiswa di perguruan tinggi. Generasi lain sebelumnya, geometri analitik dianggap matematika kuliah. Tetapi ini semua bagian dari kurikulum sekarang. Akselerasi semacam itu berarti pemangkasan beberapa topik secara alami : ada jauh lebih sedikit geometri padat atau geometri sferis sekarang. Satu alasan untuk penyempitannya adalah kalkulus dan persamaan differensial sangat penting dalam ilmu sarjana, teknologi dan ahli teknik, dan oleh karena itu, dirasakan bahwa pengenalan awal topik ini membantu siswa melanjutkan lebih jauh pada jalur ini. Logika apapun, bentuk dari pendidikan matematika menjadi lebih tinggi dan lebih tajam, bukan luas dan bulat.
Sementara kita menyebut gender sebagai isu sistemik, perlu dipahami masalahnya secara terperinci.Matematika cenderung dianggap sebagai “domain maskulin”.
Persepsi ini dibantu oleh kurangnya referensi dalam buku teks untuk para matematikawan wanita, tidak adanya masalah sosial dalam merancang kurikulum yang memungkinkan anak – anak mempertanyakan gender yang diterima dan tidak adanya referensi masalah untuk kehidupan perempuan.
Sebuah studi tentang buku teks matematika menemukan masalah jumlah, tiak ada satu referensi pun yang dibuat untuk pakaian wanita, meski beberapa masalah mengacu pada pembelian kain, dll.
Penelitian kelas devaluasi yang cukup sistematis pada anak peremupan tidak mampu menguasai matematik, bahkan ketika mereka melakukan cukup baik secara verbal serta tugas kognitif di matematika.
Sudah terlihat bahwa guru cenederung menyapa cowok lebih dari cewek, yang masuk ke dalam konstruksi dari pembelajaran matematika normatif sebagai laki – laki. Juga, saat keputusan instruksional ada ditangan guru, konstruksi gender mereka mewarnai strategi pembelajaran matematika anak perempuan dan anak laki – laki, dengan menggunakan strategi yang lebih banyak diciptakan untuk pmecahan masalah yang mencerminkan pemahaman konseptual yang lebih besar.
Penelitian telah menunjukkan bahwa guru cenderung menganggap matematika anak laki – laki lebih sesuai kemampuan, dan anak perempuan lebih sukses dalam usaha. Wacana kelas juga memberi indikasi bagaimana maskulinisasi matematika terjadi, dan pengaruh besar ideologi gender dalam konsep pola kompetensi akademik sekolah. Dengan kinerjanya dalam matematika yang menandakan keberhasilan sekolah, anak perempuan jelas kalah.
Sumber : Position Paper National Focus Group On Teaching Of Mathematics
Sumber : Position Paper National Focus Group On Teaching Of Mathematics
Sekian postingan kali ini, semoga bermanfaat khususnya bagi para pendidik matematika. Jika terdapat komen, saran, dan kritik silahkan tulis di bagian komentar dibawah.
Terima Kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar