BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Orang
dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang
ada di bawah kakinya. Demikian, kata Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 dihadapan
sidang BPUPKI. Oleh karena itu, setelah membangsa orang menyatakan tempat
tinggal sebagai negara. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian negara tidak
hanya tempat tinggal, tetapi diartikan lebih luas lagi yang meliputi institusi,
yaitu pemerintah, rakyat, kedaulatan, dan lain - lain.
Karena
orang dengan tempat tinggalnya tidak dapat dipisahkan, perebutan ruang yang
menjadi hal yang menimbulkan konflik antar manusia induvidu, keluarga,
masyarakat dan bangsa hingga kini, meskipun bentuknya dapat secara fisik ataupn
nonfisik. Untuk dapat mempertahankan ruang hidupnya, suatu bangsa harus
mempunyai kesatuan cara pandang yang dikenal sebagai wawasan nasional. Para
ilmuwan politik dan militer menyebutnya sebagai geopolitik yang merupakan
kepanjangan dari geografi politik.
Konsep
wawasan bangsa tentang wilayah mulai dikembangkan sebagai ilmu pada akhir abad XIX dan awal abad XX dan dikenal sebagai
geopolitik, yang pada mulanya membahas geografi dari segi politik negara
(state). Selanjutnya, berkembang konsep politik _dalam arti distribusi kuatan_
pada hamparan geografi negara sehingga tidaklah berlebihan bahwa geopolitik
sebagai ilmu “baru” dicuragai sebagai pembenaran pada kosepsi ruang. Oleh
karena itu, dalam membahas masalah wawasan nasional bangsa, di samping membahas
sejarah terjadinya konsep wawasan nasional, akan dibahas pula teori geopolitik
dan implementasinya pada negara Indonesia.
Geopolitik,
dibutuhkan oleh setiap negara di dunia, untuk memperkuat posisinya terhadap
negara lain, untuk memperoleh kedudukan yang penting di antara masyarakat
bangsa-bangsa, atau secara lebih tegas lagi, untuk menempatkan diri pada posisi
yang sejajar di antara negara-negara raksasa.
Konsep
wawasan nasional setiap bangsa berbeda. Hal ini berkaitan dengan profil diri
bangsa sejarah, pandangan hidup, ideology, budaya dan sudah barang tentu ruang
hidupnya, yaitu geografi. Kedua unsur pokok profil bangsa dan geografi inilah
yang harus diperhatikan dalam membuat konsep geopolitik bangsa dan Negara.
B. Masalah dan Identifikasi Sub Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan geopolitik Indonesia ?
2.
Bagaimana perkembangan
geopolitik di Indonesia ?
3.
Apa yang dimaksud
dengan wawasan nusantara ?
4.
Bagaimana kedudukan
wawasan nusantara di Indonesia ?
5.
Bagaimana peranan
wawasan nusantara di Indonesia ?
C. Tujuan
diskusi
1.
Untuk mengetahui apa
yang dimaksud dengan geopolitik Indonesia
2.
Untuk mengetahui
perkembangan geopolitik di Indonesia
3.
Untuk mengetahui apa
yang dimaksud dengan wawasan nusantara
4.
Untuk mengetahui
bagaimana kedudukan wawasan nusantara di Indonesia
5.
Untuk mengetahui
bagaimana peranan wawasan nusantara
di
Indonesia
D. Metode yang digunakan
Metode yang digunakan dalam menyusun makalah ini yakni
dengan pengumpulan materi dari masing-masing anggota kelompok lalu disatukan
sehingga terbentuk menjadi makalah ini. Metode yang digunakan untuk
menyampaikan materi yakni dengan presentasi baik itu dengan powerpoint, buku,
maupun makalah ini.
BAB II
WILAYAH SEBAGAI RUANG HIDUP BANGSA
A. Negara Berdasarkan Geografi
Istilah geopolitik semula diartikan oleh Frederic Ratzel
(1844-1904) sebagai ilmu bumi politik (Political Geogrephy). Istilah ini
kemudian dikembangkan dan diperluas oleh sarjaan ilmu politik Swedia, Rudolph
Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1964)dari Jerman menjadi
Geographical Politic dan disingkat Geopolitik. Perbedaan dari dua istilah di
atas terletak pada titik perhatian dan tekanannya, apakah pada bidang geografi
ataukah politik. Ilmu bumi politik (Political Geography) mempelajari fenomena
geografi dari aspek politik, sedangkan geopolitik mempelajari fenomena politik
dari aspek geography. Geopolitik memaparkan dasar pertimbangan dalam menentukan
alternative kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan tertentu.
Prinsip-prinsip dalam heopolitik menjadi perkembangan suatu wawasan nasional.
Pengertian geopolitik telah dipraktekan sejak abad XIX, tetapi pengertiannya
baru tumbuh pada awal abad XX sebagai ilmu penyelenggaraan Negara yang setiap
kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah yang menjadi
tempat tinggal suatu bangsa.
Geopolitik secara etimologi berasal dari kata geo (bahasa
Yunani) yang berarti bumi yang menjadi wilayah hidup. Sedangkan politik dari
kata polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau
negara; dan teia yang berarti urusan (politik) bermakna kepentingan umum
warga negara suatu bangsa (Sunarso, 2006: 195). Sebagai acuan bersama,
geopolitik dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap
kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat
tinggal suatu bangsa. Frederich Ratzel mengenalkan istilah ilmu bumi politik (political
geography), Rudolf Kjellen menyebut geographical politic dan
disingkat geopolitik.
B. Wawasan Nusantara Sebagai Geopolitik Indonesia
1.
Teori Geopolitik dan Geostrategic
a. Teori Geopolitik Frederich Ratzel
Frederich Ratzel
(1844–1904) berpendapat bahwa negara itu seperti organisme yang hidup. Negera identik dengan ruangan yang
ditempati oleh sekelompok
masyarakat (bangsa) pertumbuhan negara mirip dengan pertumbuhan organisme yang
memerlukan ruang hidup (lebensraum) yang cukup agar dapat tumbuh dengan subur.
Semakin luas ruang hidup maka negara
akan semakin bertahan, kuat, dan maju. Oleh karena itu, jika negara ingin tetap hidup dan berkembang
butuh ekspansi (perluasan wilayah sebagai
ruang hidup). Teori ini dikenal seabgai teori organisme atau teori biologis.
b. Teori Geopolitik Rudolf Kjellen
Rudolf Kjellen (1964–1922) melanjutkan ajaran
Ratzel, tentang teori organisme.
Berbeda dengan Ratzel yang menyatakan negara seperti organisme, maka ia menyatakan dengan tegas bahwa negara adalah
suatu organisme, bukan hanya mirip.
Negara adalah satuan dan sistem politik yang
menyeluruh yang meliputi bidang geopolitik, ekonomi politik, demo politik, sosial politik, dan krato politik.
Negara sebagai organisme yang hidup dan intelektual harus mampu mempertahankan
dan mengembangkan dirinya dengan melakukan ekspansi. Paham ekspansionisme
dikembangkan. Batas negara bersifat sementara karena bisa diperluas. Strategi
yang dilakukan adalah membangun kekuatan darat yang dilanjutkan kekuatan laut. Pandangan Ratzel dan Kjellen hampir
sama. Mereka memandang pertumbuhan Negara mirip dengan pertumbuhan organisme
(makhluk hidup). Oleh karena itu Negara memerlukan ruang hidup (lebensraum),
serta mengenal proses lahir, tumbuh, mempertahankan hidup, menyusut dan mati.
Mereka juga mengajukan paham ekspansionisme yang kemudian melahirkan ajaran adu
kekuatan (Power Politics atau Theory of
Power).
c. Teori Geopolitik Karl Haushofer
Karl Haushofer (1896–1946) melanjutkan pandangan
Ratzel dan Kjellen terutama pandangan
tentang lebensraum dan paham ekspansionisme. Jika jumlah penduduk suatu wilayah
negara semakin banyak sehingga tidak sebanding lagi dengan luas wilayah, maka negara
tersebut harus berupaya memperluas wilayahnya sebagai ruang hidup (lebensraum)
bagi warga negara. Untuk mencapai
maksud tersebut, negara harus mengusahakan antara lain :
1) Autarki, yaitu cita-cita untuk memenuhi kebutuhan
sendiri tanpa bergantung pada negara lain. Hal ini dimungkinkan apabila wilayah
negara cukup luas sehingga mampu
memenuhi kebutuhan itu. Untuk itu politik ekspansi dijalankan. Berdasarkan
asumsi demikian, Karl Haushofer membagi dunia menjadi beberapa wilayah (region)
yang hanya dikuasai oleh bangsa-bangsa yang dikatakan unggul, seperti Amerika
Serikat, Jerman, Rusia, Inggris, dan Jepang. Dari pendapat ini lahirlah wilayah-wilayah
yang dikuasai (pan-regional), yaitu :
a) Pan Amerika sebagai “perserikatan wilayah” dengan
Amerika Serikat sebagai pemimpinnya.
b) Pan Asia Timur, mencakup bagian timur Benua Asia,
Australia, dan wilayah kepulauan di mana Jepang sebagai penguasa.
c) Pan Rusia India, yang mencakup wilayah Asia Barat, Eropa
Timur, dan Rusia yang dikuasai Rusia.
d) Pan Eropa Afrika, mencakup Eropa Barat – tidak
termasuk Inggris dan Rusia – dikuasai oleh Jerman.
Teori Geopolitik
Karl Haushofer ini dipraktikkan oleh Nazi Jerman di bawah pimpinan Hittler sehingga menimbulkan Perang Dunia II. Pandangan demikian ini semakin jelas pada
pemikiran Karl Haushofer yang pada
masa itu mewarnai geopolitik Nazi Jerman dibawah pimpinan Hitler. Pemikiran Haushofer disamping
berisi paham ekspansionisme juga mengandung ajaran rasialisme, yang menyatakan
bahwa ras Jerman adalah ras paling unggul yang harus dapat menguasai dunia.
Pandangan semacam ini juga
berkembang di dunia, berupa ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme.
Pokok-pokok Pemikiran Haushofer adalah sebagai berikut:
1)
Suatu bangsa
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang unggul (berkualitas)
saja yang dapat bertahan hidu dan terus
berkembangan, sehingga hal ini menjurus
kearah rasialisme.
2)
Kekuasaan
Imperium Daratan yang kompak akan dapat mengejar kekuasaan Imperium maritime
untuk menguasai pengawasan di lautan.
3)
Beberapa Negara
besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika, dan Asia Barat
(yakni Jerman dan Italia). Sementara Jepang akan menguasai wilayah Asia Timur Raya.
4)
Geopolitik
dirumuskan sebagai perbatasan. Ruang hidup bangsa dengan kekuasaan ekonomi dan social yang rasial
mengharuskan pembagian baru kekayaan alam dunia. Geopolitik adalah landasan
ilmiah bagi tindakan politik untuk memperjuangkan kelangsungan hidupnya dan
mendapatkan ruang hidupnya. Berdasarkan teori yang bersifat ekspansionisme,
wilayah dunia dibagi bagi menjadi
region-region yang akan dikuasai oleh bangsa-bangsa yang unggul seperti Amerika
Serikat, Jerman, Rusia, Inggris, dan Jepang.
d. Teori Geopolitik Halford Mackinder
Halford Mackinder (1861–1947) mempunyai konsepsi
geopolitik yang lebih strategik, yaitu dengan penguasaan daerah-daerah jantung
dunia, sehingga pendapatnya dikenal dengan teori Daerah Jantung. Barang siapa menguasai
daerah jantung (Eropa Timur dan Rusia) maka ia akan menguasai pulau dunia
(Eropa, Asia, dan Afrika) yang pada akhirnya akan menguasai dunia. Untuk
menguasai dunia dengan menguasai daerah jantung dibutuhkan kekuatan darat yang
besar sebagai prasyaratnya. Berdasarkan hal ini muncullah konsep Wawasan Benua
atau konsep kekuatan di darat.
e. Teori Geopolitik Alfred Thayer Mahan
Alfred Thayer Mahan (1840–1914) mengembangkan lebih
lanjut konsepsi geopolitik dengan memperhatikan perlunya memanfaatkan serta mempertahankan sumber daya laut,
termasuk akses laut. Sehingga tidak hanya pembangunan armada laut saja yang
diperlukan, namun lebih luas juga membangun kekuatan maritim. Berdasarkan hal tersebut,
muncul konsep Wawasan Bahari atau konsep kekuatan di laut. Barang siapa menguasai
lautan akan menguasai kekayaan dunia.
f. Teori Geopolitik Guilio Douhet, William Mitchel,
Saversky, dan JFC Fuller
Guilio Douhet (1869–1930) dan William Mitchel
(1878–1939) mempunyai pendapat lain dibandingkan dengan para pendahulunya. Keduanya
melihat kekuatan dirgantara lebih berperan dalam memenangkan peperangan melawan
musuh. Untuk itu mereka berkesimpulan bahwa membangun armada atau angkatan
udara lebih menguntungkan sebab angkatan udara memungkinkan beroperasi sendiri
t anpa dibantu oleh angkatan lainnya. Di samping
itu, angkatan udara dapat menghancurkan musuh di kandangnya musuh itu sendiri
atau di garis belakang medan peperangan. Berdasarkan hal ini maka muncullah
konsepsi Wawasan Dirgantara atau konsep kekuatan di udara.
g. Teori Geopolitik Nicholas J. Spijkman
Nicholas J.
Spijkman (1879–1936) terkenal dengan teori Daerah Batas. Dalam teorinya, ia membagi dunia dalam
empat wilayah atau area :
1) Pivot Area, mencakup wilayah daerah jantung.
2) Offshore Continent Land, mencakup wilayah pantai benua
Eropa – Asia
3) Oceanic Belt, mencakup wilayah pulau di luar Eropa – Asia,
Afrika Selatan.
4) New World, mencakup wilayah Amerika.
Terhadap pembagian tersebut, Spijkman menyarankan
pentingnya penguasaan daerah pantai
Eurasia, yaitu Rimland. Menurutnya, Pan Amerika merupakan daerah yang ideal
karena dibatasi oleh batas alamiah, dan
Amerika diperkirakan akan menjadi negara kuat. Atas pembagian dunia menjadi
empat wilayah ini, Spijman memandang diperlukan kekuatan kombinasi dari
angkatan-angkatan Perang untuk dapat menguasai wilayah-wilayah dimaksud.
Pandangannya ini menghasilkan teori Garis Batas (Rimland) yang dinamakan
Wawasan Kombinasi.
2. Paham geopolitik Indonesia
Setelah mengenal
konsep geopolitik yang pernah dipakai oleh negara negara di dunia, penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami
sejarah dan konsep geopolitik yang dianut oleh bangsa kita sendiri, yaitu
Bangsa Indonesia. Geopolitik diartikan sebagai sistem politik atau
peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional yang
didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak
pada pertimbangan geografi, wilayah atau territorial dalam arti luas) suatu
Negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung kepada
system politik suatu Negara. Sebaliknya, politik Negara itu secara langsung
akan berdampak pada geografi Negara yang bersangkutan.
Geopolitik
bertumpu pada geografi sosial (hokum geografis), mengenai situasi, kondisi,
atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan
karakteristik geografi suatu Negara. Sebagai
Negara kepulauan, dengan masyarakat yang berbhinneka, Negara Indonesia memiliki unsur-unsur kekuatan
sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang
strategis dan kaya sumber daya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud
kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa
dan satu tanah air, sebagaimana telah diperjuangkan oleh para pendiri Negara
ini.
Dorongan kuat
untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia tercermin pada momentum
sumpah pemuda tahun 1928 dan kemudian dilanjutkan dengan perjuangan kemerdekaan
yang puncaknya terjadi pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus
1945. Penyelenggaraan Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai system
kehidupan nasional bersumber dari dan bermuara pada landasan ideal pandangan hidup dan konstitusi Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam pelaksanaannya
bangsa Indonesia tidak bebas dari pengaruh interaksi
dan interelasi dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan regional maupun internasional.
Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai
pedoman agar tidak terombang ambing
dalam memperjuangkan kepentingan nasional untuk mencapai cita-cita dan tujuan
nasionalnya. Salah satu pedoman bangsa Indonesia adalah wawasan nasional yang
berpijak pada wujud wilayah nusantara sehingga disebut dengan wawasan
nusantara. Kepentingan nasional yang mendasar
bagi bangsa Indonesia adalah upaya menjamin persatuan dan kesatuan wilayah,
bangsa, dan segenap aspek kehidupan nasionalnya. Karena hanya dengan upaya inilah bangsa dan Negara
Indonesia dapat tetap eksis dan dapat melanjutkan
perjuangan menuju masyarakat yang dicita-citakan.
Pandangan
geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan
Kemanusiaan yang luhur dengan jelas tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945. Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang cinta damai,
tetapi lebih cinta kemerdeklaan. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk
penjajahan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Berdasarkan
uraian di atas, konsepsi Wawasan Nusantara dibangun atas geopolitik bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki pandangan sendiri mengenai wilayah yang
dikaitkan denganpolitik/kekuasaan.
Wawasan Nusantara
sebagai wawasan nasional dibentuk dan
dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik bangsa Indonesia (HAN, Sobana :
2005). Wawasan Nusantara dapat dikatakan sebagai penerapan teori geopolitik dari
bangsa Indonesia. (Chaidir Basrie : 2002). Oleh karena itu, bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme
dan adu kekuatan yang berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak paham
rasialisme, karena semua manusia
mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang
sama berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal.
Dalam hubungan
internasional, bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaaan atau nasionalisme yang membentuk suatu wawasan kebangsaan
dengan menolak pandangan Chauvisme. Bangsa Indonesia selalu terbuka untuk menjalin
kerjasama antar bangsa yang saling menolong dan saling menguntungkan. Semua ini
dalam rangka ikut mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. Oleh karena itu,
wawasan nusantara adalah geopolitik Indonesia. Hal ini dipahami berdasarkan
pengertian bahwa dalam wawasan nusantara terkandung konsepsi geopolitik Indonesia, yaitu unsur ruang, yang
kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian
secara keseluruhan (Suradinata; Sumiarno: 2005).
Salah satu
kepentingan nasional Indonesia adalah bagaimana menjadikan bangsa dan wilayah
ini senantiasa satu dan utuh. Kepentingan nasional itu merupakan turunan lanjut
dari cita-cita nasional, tujuan nasional maupun visi nasional. Cita-cita
nasional bangsa Indonesia sebagaimana
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea II adalah untuk mewujudkan Negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Adapun tujuan
nasional Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV,
salah satunya adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Visi nasional Indonesia menurut ketetapan MPR No. VII/MPR/2001
tentang Visi Indonesia Masa Depan adalah adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi,
bersatu, demokratis, adil, sejahtera,
maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara. Sejalan
dengan hal tersebut, bangsa Indonesia berkepentingan untuk mewujudkan hal-hal
di atas. Upaya untuk terus membina persatuan dan keutuhan wilayah adalah dengan
mengembangkan wawasan nasional bangsa. Wawasan nasional bangsa Indonesia itu
adalah Wawasan Nusantara.
Setelah mengenal
konsep geopolitik yang pernah dipakai oleh
negara negara di dunia, penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami sejarah
dan konsep geopolitik yang dianut oleh bangsa kita sendiri, yaitu Bangsa
Indonesia.
Prinsip
geopolitik Indonesia sebagaimana tersebut di atas menandakan bahwa dalam hal wilayah, bangsa Indonesia
tidak ada semangat untuk mempeluas wilayah sebagai ruang hidup (lebensraum). Secara
historis, kesepakatan para pendiri
negara Republik Indonesia adalah wilayah Indonesia
merdeka hanyalah wilayah bekas jajahan Belanda atau eks Hindia Belanda.
Wilayah yang bangsanya memiliki “Le desir
d’etre ensemble dan Character-gemeinschaft” – menurut Soekarno – itulah yang
harus kita satukan dan pertahankan. Upaya membangun kesadaran untuk bersatunya
bangsa dalam satu wilayah adalah dengan konsepsi Wawasan Nusantara. Ciri nasionalisme
Indonesia adalah nasionalisme yang tidak chauvisnisme dan juga bukan
kosmopolitanisme. Nasionalisme Indonesia tumbuh dalam internasionalisme, mengembangkan
hubungan baik dengan bangsa lain secara
sederajat. Sejalan dengan hal tersebut, bangsa Indonesia berkepentingan untuk
mewujudkan hal-hal di atas. Upaya untuk terus membina persatuan dan keutuhan
wilayah adalah dengan mengembangkan wawasan nasional bangsa. Wawasan nasional
bangsa Indonesia itu adalah Wawasan Nusantara.
C. Indonesia Sebagai Negara Kepulauan
Seperti
telah disebutkan sebelumnya, bahwa Indonesia merupakan suatu negeri yang amat unik. Hanya
sedikit negara di dunia, yang bila dilihat dari segi geografis, memiliki
kesamaan dengan Indonesia. Negara-negara kepulauan di dunia, seperti Jepang dan
Filipina, masih kalah bila dibandingkan dengan negara kepulauan Indonesia.
Indonesia adalah suatu negara, yang terletak di sebelah tenggara benua Asia,
membentang sepanjang 3,5 juta mil, atau sebanding dengan seperdelapan panjang
keliling Bumi, serta memiliki tak kurang dari 13.662 pulau.
Jika
dilihat sekilas, hal tersebut merupakan suatu kebanggaan dan kekayaan, yang
tidak ada tandingannya lagi di dunia ini. Tapi bila dipikirkan lebih jauh, hal
ini merupakan suatu kerugian tersendiri bagi bangsa dan negara Indonesia.
Indonesia terlihat seperti pecahan-pecahan yang berserakan. Dan sebagai 13.000
pecahan yang tersebar sepanjang 3,5 juta mil, Indonesia dapat dikatakan sebagai
sebuah negara yang amat sulit untuk dapat dipersatukan.
Maka,
untuk mempersatukan Bangsa Indonesia, diperlukan sebuah konsep Geopolitik yang
benar-benar cocok digunakan oleh negara. Sebelum menuju pembahasan tentang
konsep geopolitik Indonesia, kita akan membahas terlebih dahulu tentang kondisi
serta keadaan Indonesia ditinjau dari segi geografisnya.
BAB III
ASPEK KEWILAYAHAN DAN ASPEK SOSIAL
A. Hukum laut
Perkembangan
Sejarah hukum laut tidak lepas dari kemajuan teknologi maritim—perkapalan dan
kepelabuhanan—Belanda dan Inggris serta orientasi komoditi perdagangan dunia
(Simbolon, 1995). Pasca Perang Sabil/Salib sampai dengan bagian
akhir jaman pencerah-an (renaissance) laut praktis hanya menjadi milik Spanyol
dan Portugal, sehingga ada semacam pembagian wilayah yuridiksi dari kedua
negara tersebut. Bagian akhir jaman pencerahan (renaissance),
tekno-logi maritim Belanda dan Inggris melampaui Spanyol dan
Portugal. Oleh karena itu hukum laut banyak ditentukan oleh
polemik bangsa Belanda dan Inggris.
Namun
sebelum membahas polemik yang menghasilkan regim hukum laut, ada baiknya kita
bahas lebih dahulu hakekat laut. Hakekat laut adalah :
1.
Bebas, merdeka dan bergerak serta relatif tetap dan
tidak mudah dirusak
2.
Datar dan terbuka, tidak dapat dipakai
sembunyi.
3.
Tidak dapat dikuasai secara mutlak (tidak
dapat dikapling, sulit diberi tanda).
4.
Media macam-macam alat angkut, terutama yang bervolume
besar.
Dari hakekat
tersebut timbul falsafah hukum laut yang berbuntut pada perebutan wilayah laut,
yakni :
1.
Res Nullius : Laut tidak ada yang memiliki, oleh
karenanya dapat diambil dan dimiliki masing-masing negara.
2.
Res Communis : Laut milik masyarakat dunia, oleh
karena itu tidak dapat diambil/dimiliki oleh masing-masing negara.
Belanda dan
Inggris merasa bahwa mereka tidak harus tunduk pada negara yang lebih
“primitif”. Oleh karena itu para ahli hukum dari kedua negara
tersebut saling berpolemik mengeluarkan argumentasi ten-tang hak atas laut.
1.
Hugo Grotius, seorang ahli hukum internasional Belanda
membe-rikan teori “Mare Liberum” (laut bebas). Laut tidak dapat
dikuasai suatu negara dengan jalan “okupasi” (menduduki), oleh karena itu laut
menjadi bebas
2.
John Selden, seorang Inggris seorang ahli hukum
Inggris pada tahun 1635 menulis tentang hukum laut dengan judul, “Mare Clausum”
(hak kuasai laut), sebagai jawaban atas teori Grotius. Setiap negara
dapat menguasai laut.
Sebagai
koreksi atas tulisan tersebut diatas, Grotius membuat argumen bahwa, laut
wilayah dapat dimiliki sepanjang dapat dikuasai dari darat. Ini
berarti laut hanya milik negara pantai. Selanjutnya Selden
menginginkan adanya hak lintas damai bagi kapal-kapal dengan alasan untuk
membeli suplai segar dari negara pantai
Cornelis
Bijenkershoek (seorang Belanda), berpendapat bahwa laut wilayah adalah 3 mil
laut dari pantai pada saat pasang surut. Ar-gumentasi ini didasari
bahwa jangkauan meriam + 3 mil. Ketentuan ini
berlaku hingga tahun 1994 yaitu dengan adanya pengesahan melalui Sidang Umum
PBB, yang merupakan tindak lanjut dari United Nations Convention on the Law of
the Sea—dikenal UNCLOS 1982—berda-sarkan persetujuan 118 negara di
Montego Bay, Jamaica tahun 1982.
Pemerintah
Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Dekla-rasi tanggal 13 Desember 1957
mengajukan NKRI perlu laut wilayah (territory water) selebar 12 mil
laut dari Garis Pangkal/Garis Dasar (Base Line) atas dasar “Point to point
theory”. Dengan demikian laut antar pu-lau menjadi Perairan
Pedalaman (internal waters). Selanjutnya laut wilayah dan laut
pedalaman dikenalkan sebagai laut Nusantara.
Sebagai
akibat konvensi hukum laut timbul bermacam tipe per-airan, hal ini tidak
terlepas karena perhatian orang yang besar pada laut. Untuk itu
dibahas beberapa masalah yang menyangkut hukum laut :
1.
Laut Teritorial/Laut Wilayah (Territorial Sea) :
wilayah laut yang le-barnya tidak melebihi 12 mil dari garis pangkal/garis
dasar (base line). Garis dasar adalah garis yang
menghubungkan titik-titik terluar pulau terluar.
2.
Perairan Pedalaman (Internal waters) : wilayah laut
sebelah dalam dari da-ratan/sebelah dalam dari GP. Negara pantai
mempunyai kedaulatan penuh.
3.
Zona Tambahan (Contiguous Zone) : wilayah
laut yang lebarnya ti-dak boleh melebihi 12 mil dari Laut Teritorial, merupakan
wilayah Negara Pantai untuk melakukan pengawasan pabean, fiskal, imi-grasi,
sanitasi dalam wilayah laut territorial.
4.
Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone) :
wilayah laut yang tidak melebihi 200 mil dari GP. Negara
yang bersangkutan mempunyai hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan
eksploi-tasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati perairan.
5.
Landas Kontinen (Continental Shelf) : wilayah laut
Negara Pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya, terletak di luar laut
teritorial sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah. Jarak 200
mil GP atau maksimal 350 mil, atau tidak melebihi 100 mil dari kedalaman 2.500
m.
6.
Laut Lepas (High Seas) dikenal pula sebagai laut
bebas/laut Inter-nasional : Wilayah laut > 200
mil dari Garis Pangkal.
Dengan
adanya ketentuan di atas negara lain menuntut beberapa hak—yang sebenarnya
adalah jaminan—dari negara kepulauan :
1.
Lintas : berlayar/bernavigasi melalui laut
territorial, termasuk masuk dan keluar perairan pedalaman untuk singgah di
salah satu pelabuhan.
2.
Lintas Damai : bernavigasi melalui laut teritorial
suatu negara sepanjang tidak merugikan kedamaian, ketertiban, atau keamananan
negara yang bersangkutan.
3.
Lintas Transit : bernavigasi melintasi pada selat yang
digunakan untuk pelayaran internasional antara laut lepas/ZEE yang satu dan
laut lepas/ZEE yang lain.
4.
Alur Laut Kepulauan : Alur yang ditentukan oleh Negara
Kepulauan untuk alur laut dan jalur penerbangan diatasnya yang cocok digunakan
untuk lintas kapal dan pesawat terbang asing. Alur ditentukan dengan merangkai
garis sumbu pada peta, kapal dan pesawat terbang tidak boleh melintas lebih
dari 25 mil kiri/kanan dari garis sumbu
5.
Laut Lepas : semua bagian laut yang tak termasuk laut
territorial, perairan pedalaman maupun ZEE. Laut
terbuka untuk semua negara baik berpantai maupun tidak berpantai. Dalam laut
lepas semua negara berhak berlayar, terbang, riset ilmiah dan menangkap ikan.
B. Deklarasi juanda
Deklarasi
Djuanda adalah suatu perjuangan bangsa Indonesia untuk memperjuangkan batas
wilayah laut, sehingga wilayah Indonesia merupakan suatu kesatuan yang utuh
dilihat dari berbagai aspek, yaitu aspek politik, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan.
Secara
histories batas wilayah laut Indonesia telah dibuat oleh pemerintah colonial
Belanda, yaitu dalam Territorial Zee Maritieme Kringen Ordonantie tahun
1939, yang menyatakan bahwa lebar wilayah laut Indonesia adalah tiga mil diukur
dari garis rendah di pantai masing-masing pulau Indonesia. Karenanya di antara
ribuan pulau di Indonesia terdapat laut-laut bebas yang membahayakan
kepentingan bangsa Indonesia sebagai Negara kesatuan.
Untuk
mengatasi masalah di atas, pemerintah Indonesia dipimpin oleh PM Juanda pada
tanggal 13 Desember 1957 telah mengeluarkan keputusan yang dikenal dengan
Deklarasi djuanda, yang isinya :
1. Demi
kesatuan bangsa, integritas wilayah, serta kesatuan ekonomi, ditarik
garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titi-titik terluar dari
pulau-pulau terluar.
2. Negara
berdaulat atas segala perairan yang terletak dalam garis-garis pangkal lurus
termasuk dasar laut dan tanah dibawahnya serta ruang udara di atasnya, dengan
segala kekayaan didalamnya.
3. Laut
territorial seluas 12 mil diukur dari pulau yang terluar.
4. Hak lintas
damai kapal asing melalui perairan Nusantara (Äarchipelago
watwrs) dijamin tidak merugikan kepentingan negara pantai, baik
keamanan maupun ketertibannya.
Perjuangan
yang ditempuh bangsa Indonesia dengan mengikuti Konferensi Hukum Laut yang
diadakan oleh PBB dalam UNCLOS I (United Nations Conference on the Law
of Sea), di Janeva pada tahun 1958. Pada tahun 1960 Indonesia mulai
mengajukan Deklarasi Djuanda di UNCLOS II. Perjuangan di forum Internasional
itu belum berhasil. Namun Pemerintah berusaha menciptakan landasan hukum yang
kuat bagi Deklarasi Djuanda pada tanggal 18 Februari 1960. Meskipun pada
awalnya deklarasi Djuanda banyak ditentang oleh beberapa Negara, namun
pemerintah Indonesia terus berjuang agar deklarasi yang mempergunakanarchipelago
principle atau Wawasan Nusantara ini dapat diterima
oleh dunia Internasional.
Adapun dasar-dasar
pokok pertimbangan penetapan wilayah perairan tersebut antara lain :
1. Bentuk
geografis Indonesia sebagai negar kepulauan yang terdiri atas beribu-ribu pulau
mempunyai sifat dan corak tersendiri.
2. Bagi
keutuhan territorial dan untuk melindungi kekayaan Negara Indonesia semua
kepulauan serta laut yang terletak di antranya harus dianggap sebgai suatu
kesatuan yang bulat.
3. Penentuan
batas laut territorial seperti yang termasuk dalam Territoriale Zee en Maritime
Kringen Ordonnantie 1939 artikel 1 ayat (1), tidak sesuai lagi dengan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas karena membagi wilayah daratan
Indonesia dalam bagian-bagian yang terpisah dengan perairan teritorialnya
sendiri.
Prinsip-prinsip
dalam Deklarasi Djuanda ini kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 4
Tahun 1960, yang isinya sebagai berikut :
1.
Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayh, dan kesatuan
ekonominya ditarik garis-garis pngkal lurus yang menghubungkan titik-titik
terluar dari kepulauan terluar.
2.
Termasuk dasar laut dan tanah bawahnya maupun ruang
udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
3.
Jalur laut wilayah laut territorial selebar 12 mil
diukur dari garis-garis lurusnya.
4.
Hak lintas damai kapal asing melalui perairan
nusantara (archipelagic waters).
Pernyatan
diatas mempunyai akibat yang sangat menguntungkan bagi bngsa Indonesia yaitu
sebagai berikut :
1.
Jalur laut wilayah yang terjadi adalah melingkari
seluruh kepulauan Indonesia.
2.
Perairan yang terletak pada bagian dalam garis pangkal
merubah statusnya dari laut lepas menjadi perairan pedalaman.
3.
Wilayah Negara RI yang semula luasnya 2.027.087 kmü2 (daratan)
bertambah luas lebih kurang menjadi 5.193.250 km2 (terdiri atas
daratan dan lautan). Ini berarti bertambah kira-kira 3.106.163 km2 atau
kita-kira 145%.
Perundingan
bilateral Indonesia – Malaysia mengenai Selat Malaka, Laut Natuna dan selat
Malal. Perundingan ini berlangsung di Kuala Lumpur tanggal 17 Maret 1970 dengan
menghasilkan garis-garis batas wilayah baik daratan maupun laut, yang dikukuhkan
dengan Undang-undang RI Nomor 2 tahun 1971.
Pada tanggal
25 Mei 1973 Indonesia mengadakan perjanjian dengan Singapura di Jakarta dengan
hasil garis batas wilayah laut Indonesia dan laut wilayah Singapura di selat
Singapura yang sempit (kurang 15 mil) adalah suatu garis yang terdiri atas
garis lurus yang ditarik dari titik yang koordinarnya tercantum dalam
perjanjian tersebut. Hasil perjanjian itu dikukuhkan dengan Undang-undang nomor
7 Tahun 1973.
Pada tanggal
21 Maret 1980 pemerintah Indonesia justru mengeluarkan sebuah pengumuman Zone
Ekonomi Eksklusif, yaitu wilayah laut sekitar 200 mil diukur dari garis
pangkal. Segala sumber hayati maupun sumber alam lainnya yang berada di bawah
permukaan laut, di dasar laut, dan di bawah laut dasar laut, menjadi hak
eksklusif Negara RI. Segala kegiatan ekonomi, eksplorasi, serta penelitian di
zone Ekonomi Eksklusif harus mendapat izin pemerintah Indonesia.
Pengumuman
tersebut bagi pemerintah RI menambah luas laut yang berada di bawah yurisdiksi
Indonesia dengan lebih dari 2 kali luas wilayah laut berdasarkan Undang-undang
Nomor 4 tahun 1960.
Pada tnggal
8 Maret 30 April 1982 bangsa Indonesia tetap berjuang di UNCLOS IV, di Markas
PBB New York. Dalam konferensi itu telah disetujui sebuah rancangan Konvensi
Hukum laut yang baru, yang terdapat dalam rumusan wilayah nusantara sesuai
dengan konsep kenusantaraan Indonesia. Akhirnya Konferensi hukum Laut yang baru
tersebut telah ditandatangani oleh 130 negara dalam UNCLOS V (Konferensi Hukum
Laut) di teluk Montenegro, Kingston, Jamaica, pada tanggal 6 - 10 Desember
1982, yang memutuskan beberapa ketentuan :
1.
Batas laut territorial selebar 12 mil.
2.
Batas zona bersebelahan adalah 24 mil.
3.
Batas ZEE adalah 200 mil.
4.
Batas landas benua lebih dari 200 mil.
C. Hukum Ruang
Udara Dirgantara
Ruang
dirgantara dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Ruang Udara dan Ruang
Antariksa. Ruang udara berada di atas suatu wilayah Negara dikatagorikan
sebagai ruang Udara Nasional atau wilayah kedaulatan Negara kolong, yang
pemanfaatannya dikendalikan oleh Negara tersebut. Adapun Ruang Antariksa
pe-manfaatannya diken-dalikan secara internasional dan tidak boleh dijadikan
subyek negara kolong.
1.
Teori ruang udara, beberapa teori yang menjadi polemik
para hukum adalah :
a. Teori Udara Bebas (Air Freedom Theory). Bahwa
ruang udara be-bas, dapat digunakan siapa saja, timbul perbedaan persepsi :
kebebasan udara tanpa ba-tas dan kebebasan udara terbatas
b. Teori Negara
Berdaulat di Udara (Air Sovereignty Theory). Bahwa Negara kolong berdaulat
penuh tanpa batas keatas, timbul perbedaan persepsi : kedaulatan negara
kolong dibatasi oleh ketinggian ter-tentu, negara kolong berda-ulat
penuh tetapi dibatasi oleh hak lintas damai
c. Masalah
Ketinggian. Sampai kini masih belum ada kesepakatan (1910)
ditentukan + 500 km. Teori Penguasaan Cooper, bahwa
batas ketinggian ditentukan kemampuan teknologi masing-masing negara. Sedangkan
Teori Udara Schacter, bahwa ketinggian s/d 30 km atau s/d balon dan pesawat
terbang dapat mengapung dan diterbangkan
d. Batas
Wilayah Udara. Cara menentukan wilayah udara ada perbe-daan yaitu :
apabila ditarik garis tegak lurus dari permukaan bumi keatas, luas daratan dan
lautan = luas udara, ada daerah yang lowong dan dapat menimbulkan masalah.
Disepakati menarik garis dari “pusat bumi” sampai batas ruang angkasa/antariksa
membentuk kerucut terbalik. Oleh karenanya luas daerah udara lebih
luas dari-pada luas daratan dan lautan.
e. Perjanjian
Ruang Antariksa (Space Treaty) 1967 menyepakati, penggunaan damai bagi
antariksa. Antarariksa dan benda-bendanya menjadi wilayah
internasional. Namun dalam perjanjian ini juga berlaku pemanfaatan ruang antariksa berdasarkan
“first come, first serve” yang merugikan
negara sedang berkembang. Indonesia memi-liki ruang dirgantara yang luas,
apalagi di bawah Khatulistiwa yang memiliki jalur GSO. Sementara batas
ruang udara dan ruang anta-riksa ditetapkan 100/110
km.
2.
Kedaulatan udara nasional Indonesia
Seperti
halnya dengan hukum laut Indonesia juga menuntut perla-kuan yang sama seperti
hukum laut. Dalam hal ini Indonesia menuntut berlakunya kedaulatan
Negara kolong terhadap ruang Dirgantara. Paling sedikit tujuan yang ingin
dicapai ialah ruang udara Indonesia sebagai wilayah udara (air
souverignty) nasional dan ruang antariksa Indonesia sebagai wilayah
kepentingan (air juridiction) yang diperlakukan serupa dengan
ZEE atau landas kontinen, yang meliputi pemanfaatan wilayah Geo-stationary
Satelite Orbit (GSO), Medium Earth Orbit (MEO), Low Earth Orbit (LEO).
D. Aspek
Filsafat Pancasila
Latar belakang pemikiran filsafat Pancasila menjadikan Pancasila
sebagai dasar pengembangan Wawasan Nusantara tersebut. Setiap sila dari
Pancasila menjadi dasar dari pengembangan wawasan itu.
1.
Sila 1 (Ketuhanan yang Mahaesa) menjadikan Wawasan
Nusantara merupakan wawasan yang menghormati kebebasan beragama
2.
Sila 2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) menjadikan
Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang menghormati dan menerapkan HAM (Hak
Asasi Manusia)
3.
Sila 3 (Persatuan Indonesia) menjadikan Wawasan
Nusantara merupakan wawasan yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
4.
Sila 4 (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan) menjadikan Wawasan Nusantara
merupakan wawasan yang dikembangkan dalam suasana musyawarah dan mufakat.
5.
Sila 5 (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia)
menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang mengusahakan kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia.
E.
Aspek Budaya
Latar
belakang pemikiran aspek sosial budaya Indonesia menjadikan keanekaragaman
budaya Indonesia menjadi bahan untuk memandang (membangun wawasan) nusantara
Indonesia. Menurut Hildred Geertz sebagaimana dikutip Nasikun (1988), Indonesia
mempunyai lebih dari 300 suku bangsa dari Sabang sampai Merauke. Adapun menurut
Skinner yang juga dikutip Nasikun (1988) Indonesia mempunyai 35 suku bangsa
besar yang masing-masing mempunyai sub-sub suku/etnis yang banyak.
F. Aspek
Sejarah
Latar
belakang pemikiran aspek kesejarahan Indonesia menunjuk pada sejarah
perkembangan Indonesia sebagai bangsa dan negara di mana tonggak-tonggak
sejarahnya adalah 20
Mei 1908 sebagai hari Kebangkitan
Nasional Indonesia, 28
Okotber 1928 sebagai hari
Kebangkitan Wawasan Kebangsaan melalui Sumpah Pemuda, 17 Agustus 1945 sebagai hari Kemerdekaa
Republik Indonesia
BAB IV
KONSEP,
IMPLEMENTASI, DAN PROBLEMMATIK WAWASAN NUSANTARA
A.
Hakekat, Azas, dan Arah Wawasan Nusantara
Hakikat
wawasan nusantara adalah keutuhan nusantara, dalam pengertian cara pandang yang
selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional. Hal
tersebut berarti bahwa setiap warga bangsa dan aparatur negar harus berpikir,
bersikap, dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan
negara Indonesia . Demikian juga produk yang dihasilkan oleh lembaga negara
harus dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia, tanpa
menghilangkan kepentingan lainnya, seperti kepentingan daerah, golongan dan
orang per orang.
Asas wawasan
nusantara merupakan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah dasar yang harus
dipatuhi, ditaati, dipelihara dan diciptakan demi tetap taat dan setianya
komponen pembentuk bangsa Indonesia (suku bangsa atau golongan) terhadap
kesepakatan bersama. Asas wawasan nusantara terdiri dari:
1. Kepentingan
yang sama
Ketika menegakkan dan merebut kemerdekaan, kepentingan bersama bangsa
Indonesia adalah menghadapi penjajahan secara fisik dari bangsa lain.tujuan
yang sama adalah
2. Keadilan
Yang berarti kesesuaian pembagian hasil dengan andil, jerih payah usaha
dan kegiatan, baik orang perorangan, golongan, kelompok maupun daerah.
3. Kejujuran.
Yang berarti
keberanian berpikir, berkata dan bertindak sesuai realita serta ketentuan yang
benar biarpun realita atau ketentuan itu pahit dan kurang enak didengarnya.
4. Solidaritas
Yang berarti
diperlukannya rasa seti kawan, mau memberi dan berkorban bagi orang lain tanpa
meniggalkan ciri dan karakter budaya masing-masing.
5. Kerja sama
Berarti
adanya koordinasi, saling pengertian yang didasarkan atas kesetaraan sehingga
kerja kelompok, baik kelompok yang kecil maupun kelompok yang lebih besar dapat
tercapai demi terciptanya sinergi yang lebih baik.
6. Kesetiaan
Kesetiaan
terhadap kesepakatan bersama ini sangatlah penting dan menjadi tonggak utama
terciptanya persatuan dan kesatuan dalam ke Bhinekaan. Jika kesetiaan terhadap
kesepakatan bersama ini goyah apalagi ambruk, dapat dipastikan bahwa persatuan
dan kesatuan dalam ke Bhinekaan bangsa Indonesia akan hancur berantakan. Ini
berarti hilangnya negara kesatuan Indonesia.
Dengan latar
belakang budaya, sejarah, kondisi, dan konstelasi geografi serta memperhatikan
perkembangan lingkungan strategis, maka arah pandang wawasan nusantara meliputi
:
1. Ke dalam
Bangsa Indonesia harus peka dan berusaha mencegah dan mengatasi sedini mungkin
faktor-faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan mengupayakan tetap
terbina dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan.
2. Ke luar
Bangsa Indonesia dalam semua aspek kehidupan internasional harus berusaha untuk
mengamankan kepentingan nasional dalam semua aspek kehidupan baik politik,
ekonomi, sosial-budaya, pertahanan, dan keamanan demi tercapainya tujuan
nasional.
B.
Unsur Dasar Wawasan Nusantara
Unsur
Dasar Wawasan Nusantara merupakan unsur-unsur yang terkandung dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Indonesia adalah sebuah negara kepualuan terbesar di
dunia dengan berbagai warisan yang terkandung di dalamnya banyak sekali adat
budaya serta ciri khas bangsa sehingga menjadikan Indonesia menganut paham
multikulturalisme. Berbicara mengenai Indonesia, hal yang tak terlepas darinya
adalah mengenai wawasan nusantara. Apakah itu? Wawasan nusantara merupakan cara
pandang bangsa negara Indonesia tentang dirinya serta lingkungan yang ada di
sekitarnya berlandaskan Pancasila dan ide Nasional serta UUD 45 (Undang-Undang
Dasar 1945). Wawasan nusantara merupakan aspirasi negara Indonesia yang
berdaulat, merdeka, bermartabat, serta menjiwai segala tata hidup dalam upaya
mencapai sebuah tujuan perjuangan nasional. Ada beberapa unsur dasar yang akan
dibahas dalam tulisan ini. Ada tiga
unsur dasar dari wawasan nusantara yang terkandung di dalamnya.
Pertama
adalah wadah wawasan nusantara. Unsur dasar yang satu ini memandang bahwa
wilayah lautan lebih penting daripada wilayah daratan sehingga muncul beberapa
konsepsi sebagai negara kepualuan mempunyai banyak pengertian. Arti klasik
yakni memusatkan perhatian pada wilayah lautan dan arti pengembangan yakni
melindungi pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sehingga tidak
mengekploitasi secara berlebihan.kedua adalah Isi. Dalam unsur ini, wawasan
nusantara mempunyai 2 bentuk komponen dasar. Pertama adalah cita-cita bangsa
negara Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Kedua
adalah Asas-asar kesatuan dan pemerataan. aspirasi bangsa yang berkembang di
masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan
UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun
cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut di atas bangsa Indonesia harus
mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam ke-bhineka-an dalam kehidupan
nasional yang berupa politik, ekonomi, social, dan budaya serta hankam. Isi
menyangkut dua hal, pertama realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan
bersama dan perwujudannya, pencapaian cita-cita dan tujuan nasional persatuan,
kedua persatuan dan kesatuan dalam ke-bhineka-an yang meliputi semua aspek
kehidupan nasional.
Ketiga adalah Unsur Tata
Laku yang didalamnya diwujudkan dalam 2 unsur. Pertama adalah Tata Laku
Batiniah yang berlandaskan Pancasila sehingga melahirkan sikap mental dalam
berbangsa dan bernegara yang mempunyai kekuatan batin. Faktor yang mempengaruhi
perkembangannya adalah budaya, agama, tradisi, dan lingkungan hidup. Unsur tata
laku yang kedua adalah tata laku lahiriah yang merupakan kekuatan kata serta
karya (perbuatan). Hal tersebut akan terwujud di dalam tata perencanaan, tata
pengendalian dalam sebuah proses pembangunan nasional, serta tata pelaksanaan.
Itulah Unsur Dasar Wawasan Nusantara.
C.
Kedudukan,
Fungsi, dan Tujuan Wawasan Nusantara
Kedudukan
merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak
terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai dan mewujudkan cita –
cita dan tujuan nasional.
Wawasan
Nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya sebagai
berikut :
1. Pancasila
sebagai falsafah, ideology bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai
landasan idiil.
2. Undang
– Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai
landasan konstitusional.
3. Wawasan
Nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan Visional.
4. Ketahanan
Nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.
5. GBHN
sebgai politik dan strategi nasional atau sebagai kebijaksanaan dasar Nasional,
berkedudukan sebagai landasan operasional.
Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi,
dorongan serta rambu – rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan,
tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah
maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Wawasan
Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek
kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional
daripada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah.
Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan – kepentingan individu,
kelompok, suku bangsa atau daerah. Kepntingan – kepentingan tersebut tetap
dihormati, diakui, dan dipenuhi, selama tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional atau kepentingan masyarakat banyak.
D.
Wawasan Nusantara
dalam GBHN
Dalam
ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan
nasional dalam mencapai Tujuan Pembangunan Nasional adalah Wawasan Nusantara.
Wawasan Nusantara adalah wawasan nasional yang bersumber dari pancasila dan UUD
1945.
Hakikat
dari wawasan nusantara adalah kesatuan bangsa dan keutuhan wilayah Indonesia.
Cara pandang bangsa Indonesia tersebut mencakup :
1. Perwujudan
kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik
2. Perwujudan
kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
3. Perwujudan
kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya
4. Perwujudan
kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan
Masing-masing
cakupan arti dari Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik,
Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan Keamanan (POLEKSOSBUDHANKAM) tersebut tercantum dalam GBHN.
GBHN
terakhir yang memuat rumusan mengenai Wawasan Nusantara adalah GBHN 1998 yaitu
dalam Ketetapan MPR No. II \ MPR \ 1998. Pada GBHN 1999 sebagaimana tertuang
dalam Ketetapan MPR No. IV \ MPR \ 1999 tidak lagi ditemukan rumusan mengenai
Wawasan Nusantara.
Pada
masa sekarang ini, dengan tidak adanya lagi GBHN, rumusan Wawasan Nusantara
menjadi tidak ada. Meski demikian sebagai konsepsi politik ketatanegaraan
Republik Indonesia, wilayah Indonesia yang berciri nusantara kiranya tetap
dipertahankan. Hal ini tertuang dalam Pasal 25A UUD 1945 Amandemen IV yang
berbunyi “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan
yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dangan Undang-Undang”. Undang-Undang yang mengatur hal ini adalah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
E.
Wawasan Nusantara
Masa Reformasi
Impelementasi
wawasan nusantara senantiasa berorientasi kepada kepentingan rakyat dan wilayah
tanah air secara utuh menyeluruh yaitu ; Politik, Ekonomi, Sosial budaya, HANKAM.
F. Reaktualisasi Wawasan Nusantara
Aktualisasi
wawasan nusantara dalam kehidupan nasional perlu dilakukan dengan
langkah-langkah yang sesuai yang merupakan hasil seminar wawasan nusantara
sebagai landasan visional bangsa, 16 Mei 2001.
1. Kehidupan
politik
2. Kehidupan
ekonomi
3. Kehidupan
sosial budaya
4. Kehidupan
pertahanan keamanan
G.
Keberhasilan Implementasi
Wawasan Nusantara
Wawasan
nusantara juga diimplementasikan dalam kehidupan politik,ekonomi,sosial
budaya,dan pertahanan keamanan serta dalam upaya menghadapi tantangan dewasa
ini. Untuk itu setiap warga Negara harus memiliki kesadaran:
1. Mengerti,memahami
dan menghayati hak dan kewajiban warga Negara serta hubungan warga Negara
dengan Negara.
2. Mengerti,
memahami dan menghayati bahwa didalam menyelenggarakan kehidupannya,Negara
memerlukan konsepsi wawasan nusantara sehingga sadar sebagai warga Negara yang
memiliki wawasan nusantara guna mencapai cita-cita dan tujuan nasional.
H. Sosialisasi Wawasan Nusantara dan Tantangan Wawasan Nusantara
1. Sosialisasi
Wawasan
Nusantara
Agar
implementasi wawasan nusantara dapat diterima dan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan nasional, upaya sosialisasi wawasan nusantara. Terdapat beberapa cara : Langsung, dengan
ceramah, diskusi, dialog, tatap muka dan Tidak langsung, dengan media elektronik,
cetak. Lalu ada Metode yaitu : Keteladanan, Edukasi, Komunikasi, Integrasi.
2. Tantangan
Wawasan Nusantara
Untuk
mempertahankan nilai wawasan nusantara kita harus dapat mengantisipasi
tantangan, yaitu pemberdayaan masyarakat,dunia tanpa batas,era
baru kapitalisme, dan kesadaran warga Negara.
I.
Prospek Wawasan Nusantara
Wawasan
nusantara sebagai landasan visional bangsa Indonesia yang mengandung nilai
persatuan dan kesatuan dalam keberagaman masih valit untuk dijadikan pegangan
dimasa yang akan dating prospeknya masih relevan dengan norma-norma global
dengan memberdayakan daerah dan rakyat dengan memenuhi factor dominan yaitu
keteladanan, kepemimpinan nasional, pendidikan yang berkualitas,bermoral
kebangsaan, dan media masa mampu memberikan informasi dan kesan yang positif
serta keadilan dalam penegakan hokum dalam pelaksanaan pemerintahan yang bersih
dan berwibwa dalam NKRI.
BAB V
OTONOMI
DAERAH
A.
Kewenangan Daerah
Dalam susunan
pemerintahan di negara kita ada Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/kota, serta Pemerintahan Desa. Masing-masing pemerintahan tersebut
memiliki hubungan yang bersifat hierakis.
Dalam UUD
Negara Indonesia tahun 1-945 ditegaskan, bahwa hubungan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupatens, dan-kota, atau
antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah [Pasal 18 A (1)] keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumbet daya lainnya antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil
dan selaras berdasarkan undang-undang [Pasal 118 A (2)].
Berdasarkan kedua ayat tersebut
dapat dijelaskan, bahwa:
1.
Antar susunan pemerintahan memiliki hubungan yang
bersifat hierarkhis,
2.
Pengaturan hubungan pemerintahan tersebut
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah;
3.
Pengaturan hubungan sebagaimana disebutkan pasal 18A ayat
(1) diatur lebih lanjut dalarn UU Republik Indonesia No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
4.
Antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah
memiliki hubungan keuangan, pelayanan umum, dan pemanfaatan sumber daya,
5.
Pengaturan hubungan sebagaimana disebutkan pasal 18A
ayat (2) diatur lebih lanjut dalam UU Republik Indonesia No.33 Tahun 2004
tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah.
Kewenangan
provinsi diatur dalam. Pasal 13 UU No. 32 Tahun 2004 dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Urusan wajib
yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi meliputi :
a.
perencanaan dan pengendalian pembangunan
b.
perencanaan, pemanfaatan, dan pengwasan tata ruang
c.
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat
d.
penyediaan sarana dan prasarana umum penanganan bidang
kesehatan penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial
e.
penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/ kota
f.
pelayanan, bidang ketenagakerjaan lintas
kabupaten/kota
g.
fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan
menengah termasuk lintas kabupaten/kota
h.
pengendalian lingkungan hidup
B.
Bentuk dan susunan pemerintahan daerah
Di daerah
dibentuk DPRD yang merupakan tubuh Legislatif Daerah serta Pemerintah Daerah
yang merupakan Tubuh Eksekutif Daerah. Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala
Daerah beserta piranti daerah yang lain. DPRD yang merupakan Instansi
perwakilan rakyat di daerah ialah wahana utk laksanakan demokrasi berdasarkan
Pancasila. DPRD juga sebagai Tubuh Legislatif Daerah berkedudukan sejajar &
jadi kawan kerja dari Pemerintah Daerah.
Pasal 40 UU
RI Nomer. 32 Thn 2004 menyebut, bahwa DPRD ialah dinas perwakilan rakyat daerah
serta berkedudukan yang merupakan unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sementara itu pasal 41 menyebutkan, bahwa DPRD mempunyai fungsi legislasi,
budget, & pengawasan.
DPRD yaitu
Instansi perwakilan rakyat daerah serta berkedudukan juga sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam kedudukannya sebagaimana itu, DPRD
mempunyai fungsi legislasi, biaya, & pengawasan. Fungsi legislasi mengenai
bersama pembentukan peraturan daerah, yg meliputi pembahasan & memberikan
persetujuan kepada Raperda, dan hak anggota DPRD utk ajukan Raperda. Fungsi
budget menyangkut bersama kewenangannya dalam perihal biaya daerah (APBD).
Sedangkan fungsi pengawasan menyangkut bersama kewenangan mengontrol pembuatan
Perda & peraturan yang lain dan kebijakan pemerintah daerah.
Dengan Cara
Apa trik pemilihan anggota DPRD? dalam pasal 18 ayat (3) UUD 1945 ditegaskan,
bahwa ”peme-rintah daerah propinsi, daerah Kab, & kota mempunyai Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yg anggota-anggotanya dipilih lewat pemilihan umum”.
Pemilihan umum utk memilih anggota DPRD saat pelaksanaannya bersamaan bersama
pemilihan umum buat anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta Dewan Perwakilan
Daerah.
C.
Problematik otonomi daerah
Masalah-masalah
yang berada dalam otonomi daerah antara lain :
1.
Adanya eksploitasi Pendapatan Daerah
2.
Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi
daerah yang belum
mantap
3.
Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang
belum memadai
4.
Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang
sepenuhnyapelaksanaan otonomi daerah
5.
Korupsi di Daerah
6.
Adanya potensi munculnya konflik antar daerah
D.
Arah kebijaksaan otonomi daerah
Era
reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan
nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan
secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan
melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diatur dalam satu paket undang-undang yaitu Undang-Undang No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kebijakan
pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan
desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia
berupa ancaman disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan,
rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya
manusia (SDM). Kedua,
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa
Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perokonomian
daerah.
Otonomi
yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah
secara proporsional. Artinya, pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan
pembagian, dan pemanfaatan dan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Hal-hal
yang mendasar dalam undang-undang ini adalah kuatnya upaya untuk mendorong
pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan
peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi DPRD. UU ini
memberikan otonomi secara penuh kepada daerah kabupaten dan kota untuk
membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi
masyarakatnya. Artinya, saat sekarang daerah sudah diberi kewenangan penuh
untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi
kebijakan-kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat ini,
desentralisasi kemudian akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan
lainnya. Salah satunya berkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintah, dari command and control menjadi berorientasi pada
tuntutan dan kebutuhan publik. Orientasi yang seperti ini kemudian akan menjadi
dasar bagi pelaksanaan peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha) dalam proses pembangunan.
Arahan
yang diberikan oleh UU No 22 Tahun 1999 sudah sangat baik. Tetapi benarkah ia
dapat mewujudkan pemerintah daerah otonom yang efisien, efektif, transparan,
dan akuntabel secara berkesinambungan? Jawabannya tergantung pada formula atau
rumusan yang diberikan oleh peraturan-peraturan pemerintah dan peraturan
pelaksanaan lainnya. Apabila semua peraturan pelaksanaan tersebut sudah searah
dengan undang-undang tersebut maka kemungkinan untuk mencapai tujuan tersebut
akan semakin besar.
E.
Rencana tata ruang wilayah
Dalam
otonomi daerah dikenal adanya kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan. Kawasan
perkotaan dapat berbentuk:
1.
Kota sebagai daerah otonom,
2. Bagian
daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan, atau
3. Bagian dari
dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki
ciri perkotaan.
F.
Pembinaan daerah frontivo
Daerah
frontier adalah daerah milik wilayah geografi NKRI yang letaknya berbatasan
langsung dengan negara tetangga. Dalam Era otonomi daerah sekarang ini,
pemerintah daerah memiliki peran besar di dalam pembinaan daerah frontier dalam
satu paket pembangunan daerah yang menjadi wilayah otonominya. Perhatian dan
dukungan pemerintah pusat serta peran yang dimainkan pemerintah daerah
merupakan indikator keberhasilan pembangunan daerah frontier. Daerah frontier
dalam wilayah pemerintah daerah juga harus diperhitungkan sebagai daerah yang
penting dibangun agar hasil-hasil pembangunan dapat merata, kesejahteraan dan
keamanan dapat menyebar, kedaulatan wilayah geo¬grafi NKRI pun dapat terjamin.
Tujuan kebijakan penanganan daerah frontier pada intinya adalah untuk menjadi
dan mengamankan wilayah perbatasan negara dari upaya pengambil-alihan
pulau-pulau dan/atau Iaut di perbatasan oleh negara tetangga, serta eksploitasi
ilegal sumber daya alam, baik oleh penduduk maupun karena didorong oleh
kepentingan negara tetangga. Sasaran yang ingin dicapai di dalam pembinaan
daerah frontier antara lain penduduk yang bermukim di daerah frontier memiliki
kemampuan dan keterampilan untuk mengeksploitasi sumber daya alam; potensi
sumber daya alam dapat lebih dilindungi untuk kepentingan bangsa dan negara,
kedaulatan seluruh wilayah NKRI dapat lebih terjamin.
Bidang-bidang
pembinaan yang dilaksanakan melalui program-pro¬gram pembangunan daerah
frontier meliputi bidang astagatra, yaitu:
1.
Geografi negara.
2.
Keadaan dan kekayaan alam.
3.
Keadaan dan kemampuan penduduk.
4.
Ideologi.
5.
Politik.
6.
Ekonomi.
7.
Sosial-Budaya.
8.
Pertahanan-Keamanan.
Untuk
membina daerah frontier seharusnya dipahami lebih dahulu segi kelemahan dan
ancamannya agar mampu menemukan langkah-langkah yang dapat dijadikan program
pembangunannya. Beberapa kelemahan yang dihadapi daerah frontier antara lain:
1.
Sumber daya manusia masih rendah dalam jumlah ataupun
dalam kemampuan dan keterampilan. Konsekuensinya, penduduk setempat belum dapat
diandalkan untuk melaksanakan pembangunan.
2.
Lapangan dan kesempatan kerja bagi penduduk masih
rendah. Konsekuen¬sinya, tingkat pendapatan penduduk rendah.
3.
Kualitas kehidupan sejahtera masih rendah dan tidak
merata di sepanjang garis perbatasan dengan negara tetangga. Konsekuensinya,
kegiatan pelintas batas ilegal dan berbagai bentuk penyelundupan sering terjadi.
4.
Sarana dan prasarana dengan akses yang sangat minini
di sepanjang garis perbatasan pada berbagai aspek kehidupan, seperti
pendidikan, kesehatan, sanitasi dan drainase, listrik dan air bersih,
transportasi, telekomunikasi, irigasi, dan pasar. Konsekuensinya, penduduk
cenderung berorientasi kepada negara tetangga yang tingkat aksesibilitasnya
relatif lebih tinggi.
5.
Penegasan batas daerah frontier dengan negara tetangga
masih banyak yang belum diwujudkan dalam bentuk akta kesepahaman bilateral.
Konsekuen¬sinya, kepastian hukum tentang larangan mengelola dan mengembangkan
kawasan sepanjang garis perbatasan tidak berfungsi semestinya.
6.
Rencana tata ruang dan pemanfaatan sumber daya alam
kurang terkoordinasi antarpemerjntah daerah yang berbatasan. Konsekuensinya,
timbul konflik antarpemerintah daerah yang mengakibatkan terjadinya
penelantaran pembinaan daerah frontier.
7.
Pengembangan daerah frontier belum menjadi prioritas
pembangunan sehingga alokasi pendanaan sangat minim. Kebijakan pemerintah
tentang pengembangan daerah dalam kategori tertinggal sering tidak melibatkan
daerah perbatasan. Konsekuensinya, tingkat kesenjangan antara daerah frontier
dengan daerah lain semakin lebar.
8.
Kelembagaan dan aparatur pemerintah di daerah frontier
masih sangat terbatas; demikian juga dukungan operasional pelaksanaan tugas
pemerintahan tidak sebanding dengan tingkat kerawanannya yang tinggi.
Konsekuensinya, banyak aparat yang tidak nyaman dan aman melaksanakan tugasnya
Adapun yang
dianggap sebagai ancaman dalam membina daetah frontier antara lain:
1.
Ancaman terhadap kedaulatan NKRI. Ancaman ini dapat
terjadi karena kontak antar penduduk daerah frontier dengan penduduk negara
tetangga baik secara ekonomi maupun sosial-budaya.
2.
Ancaman terhadap pulau dan sumber daya alam. Ancaman
ini dapat terjadi sebagai akibat (a) faktor internal, yaitu pemerintah pusat
atau pe¬merintah daerah membiarkan pulau-pulau di daerah frontier tetap
terlantar, (b) faktor eksternal, yaitu anggapan negara tetangga bahwa
pulau-pulau dijajah.
3.
Ancaman keamanan.
BAB VI
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Geopolitik dapat diartikan
sebagai sistem politik atau peraturn-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan
strategi nasional yang didorongoleh aspirasi nasional geografik (kepentingan
yang titik beratnya terletek pada pertimbangan geografik, wilayah atau
toritorial dalam arti luas) suatu negara, yang apabila dilaksanakan dan
berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung kapada sistem
politik suatu negara.
Umum wawasan nasional berarti
cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari
dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi
negaranya untuk mencapai tujuan atau cita – cita nasionalnya. Sedangkan arti
dari wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta sesuai dengan geografi
wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau
cita – cita nasionalnya. Dengan demikian wawasan nusantara berperan untuk
membimbing bangsa Indonesia dalam penyelengaraan kehidupannya serta sebagai
rambu – rambu dalam perjuanagan mengisi kemerdekaan. Wawasan nusantara sebagai
cara pandang juga mengajarkan bagaimana pentingnya membina persatuan dan
kesatuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan negara dalam mencapai tujuan
dan cita – citanya.
Berdasarkan teori-teori tentang
wawasan, latar belakang falsafah Pancasila, latar belakang pemikiran aspek
kewilayahan, aspek sosial budaya dan aspek kesejarahan, terbentuklah satu
wawasan nasional Indonesia yang disebut dengan Wawasan Nusantara. Wawasan
Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia diri dan
lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
B.
Saran
Penulis
berharap agar makalah ini dapat dijadikan bahan bacaan bagi mahasiswa atau
khalayak ramai dan panulis mohon kritik dan sarannya demi kesempurnaan ini
karna penulis menyadari masihbanyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buku modul PKN 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar