PENDAHULUAN
Menurut Morgan (Gino, 1988: 5)
menyatakan bahwa belajar adalah merupakan salah satu yang relatif tetap dari
tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan manusia melalui pengalaman dan
latihan untuk memperoleh kemampuan baru dan merupakan perubahan tingkah laku
yang relatif tetap, sebagai akibat dari latihan. Menurut Hilgard (Suryabrata,
2001:232) menyatakan belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari
perbuatan yang ditimbulkan oleh lainnya.
Selanjutnya menurut Gerow (1989:168)
mengemukakan bahwa “Learning is demonstrated by a relatively permanent change
in behavior that occurs as the result of practice or experience”. Belajar
adalah ditunjukkan oleh perubahan yang relatif tetap dalam perilaku yang
terjadi karena adanya latihan dan pengalaman-pengalaman.Kemudian menurut Bower
(1987: 150) “Learning is a cognitive process”. Belajar adalah suatu proses
kognitif.
Dalam pengertian ini, tidak berarti
semua perubahan berarti belajar, tetapi dapat dimasukan dalam pengertian
belajar yaitu, perubahan yang mengandung suatu usaha secara sadar, untuk
mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian belajar yang
dikemukakan di atas dapat diidentifikasi beberapa elemen penting yang mencirikan
pengertian belajar yaitu:Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah
laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi
juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang buruk. Perubahan itu
tidak harus segera nampak setelah proses belajar tetapi dapat nampak di
kesempatan yang akan datang. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi
melalui latihan dan pengalaman.Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu
pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru, yang berlaku dalam waktu
yang relatif lama. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar
menyangkut berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun phisikis.
Teori manapun pada prinsifnya,
belajar meliputi segala perubahan baik berpikir, pengetahuan, informasi,
kebiasaan, sikap apresiasi maupun pengertian. Ini berarti kegiatan belajar
ditunjukan oleh adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman.
Perubahan akibat proses belajar adalah karena adanya usaha dari individu dan
perubahan tersebut berlangsung lama. Belajar merupakan kegiatan yang aktif,
karena kegiatan belajar dilakukan dengan sengaja, sadar dan bertujuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Psikologi Tingkah Laku
(Behaviorisme)
Aliran
tingkah laku (behaviorisme) berkesimpulan bahwa studi tentang belajar itu harus
berdasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yangnampak, sebab menurut
teori ini manusia itu adalah organisme pasif yang bisadikontrol, dan tingkah
laku manusia itu bisa dibentuk melalui ganjaran dan hukuman.
Tokoh-tokoh
dari aliran tingkah laku ini diantaranya Thorndike, Pavlov,Baruda, Skiner,
Gagne, Ausubel.
1. Teori Belajar Thorndike
Edward L.
Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan bahwa belajaradalah proses interaksi
antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,atau hal-hal yang dapat
ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat
berupapikiran, persaan atau gerakan (tindakan). Dari definisi belajar tersebut
makamenurut Thorndike perubahan atau tingkah laku akibat kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu dapat diamati.
Teori
belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike inidisebut juga
Koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan
respon.Terdapat beberapa dalil atau hukum yang dikemukakan Thorndike, yang mengakibatkan munculnya stimulus respon ini, yaitu hukum kesiapan (law
ofreadiness), hukum latihan (law of exsercise) dan hukum akibat (law of effect).
a.
Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Hukum ini
menerangkan bagaimana kesiapan seseorang siswa dalam melakukan suatu kegiatan.
b.
Hukum Latihan (Law of Ecexcise)
Menyatakan
bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi akibatnya hubungan akan semakin kuat. Sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan, maka makin lemahlah hubungan yang terjadi.
c.
Hukum Akibat (Law of Effect)
Thorndike
mengemukakan bahwa suatu tindakan akan menimbulkan
pengaruh bagi tindakan yang serupa. Ini memberikan gambaran bahwa jika suatu tindakan yang dilakukan seorang siswa menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan bagi dirinya, tindakan tersebut cenderung akan diulanginya. Sebaliknya tiap-tiap tindakan yang mengakibatkan kekecewaan atau hal-hal yang tidak menyenangkan, cenderung akan dihindarinya. Dilihat dari ciri-cirinya ini hukum akibat lebih mendekati ganjaran dan hukuman.
Asumsi dasar
teori Thorndike, yaitu sebagai berikut.
1.
Belajar itu adalah tingkah laku.
2.
Perubahan tingkah-laku (belajar)
secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di
lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
3.
Hubungan yang berhukum antara
tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat
tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di
observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
4.
Data dari studi eksperimental
tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima
tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Aplikasi
Teori Thorndike dalam Pembelajaran Matematika
Aplikasiteori Thorndike
sebagai salah satu aliran psikologi tingkah laku dalam pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran,
karakteristik siswa, media dan fasilita spembelajaran yang tersedia. Setiap
pembelajaran yang berpegang pada teori belajar
behavioristik telah terstruktur rapi, dan mengarah pada bertambahnya pengetahuan
pada siswa. Penerapan yang sebaiknya dilakukan dalam pembelajaran adalah sebagai
berikut:
1.
Sebelum memulai proses belajar
mengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap mengikuti pembelajaran
tersebut. Jadi setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik perhatian siswa
untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
2.
Pembelajaran yang diberikan sebaiknya
berupa pembelajaran yang kontinu, hal ini dimaksudkan agar materi lampau dapat
tetap di ingat oleh siswa.
3.
Dalam proses belajar, pendidik
hendaknya menyampaikan materi dengan cara yang menyenangkan, contoh dan soal
latihan yang diberikan tingkat kesulitannya bertahap, dari yang mudah sampai
yang sulit. Hal ini agar siswa mampu menyerap materi yang diberikan.
4.
Pengulangan terhadap penyampaian
materi dan latihan, dapat membantu siswa mengingat materi terkait lebih lama.
5.
Supaya peserta didik dapat mengikuti
proses pembelajaran, proses harus bertahap dari yang sederhana hingga yang
kompleks.
6.
Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah,
dan yang belum baik harus segera diperbaiki.
7.
Dalam belajar, motivasi tidak begitu
penting, karena perilaku peserta didik terutama ditentukan oleh penghargaan
eksternal dan bukan oleh intrinsic motivation. Yang lebih penting
dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
8.
Materi yang diberikan kepada peserta
didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak kelak setelah dari sekolah.
9.
Thorndike berpendapat, bahwa cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan murid
tahu bahwa apa yang telah di ajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan.
Dengan ini guru harus tahu materi apa yang harus diberikan, respon apa yang
diharapkan dan kapan harus member hadiah atau membetulkan respon yang salah.
10.
Tujuan pendidikan harus masih dalam
batas kemampuan belajar peserta didik dan harus terbagi dalam unit-unit
sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacam-macam situasi.
Hukum Efek Thorndike diserang dengan beberapa alasan. Kritikus
mengatakan argumennya itu tidak berujung pangkal: Jika respon probablility
naik, itu dikatakan karena kepuasan latihan suatu keadaan. Jika itu tidak naik,
itu diklaim tidak ada kehadiran. Ia percaya bahwa situasi semacam ini tidak
memungkinkan untuk tes teori sejak peristiwa yang sama (meningkat atau menurun
probabilitas respon) adalah Thorndike telah menunjukkan kritik ini menjadi
tidak valid karena sesuatu sekali telah terbukti satisfier, jika dapat
digunakan untuk perilaku modifly dalam situasi lain (Meehl, 1950). Dengan kata
lain, itu adalah "transituational" sifat pemuas yang menyimpan hukum
efek dari sirkularitas.
Kritik kedua, dengan fakta bahwa efek respon muncul untuk bekerja
kembali dalam waktu pada ikatan saraf yang menyebabkannya. Pertama, ada
stimulus yang menyebabkan respon tertentu untuk terjadi karena ada hubungan
saraf antara bahwa stimulus dan respon itu. Jika hasil respon dalam keadaan
memuaskan urusan, koneksi SR diperkuat. Bagaimana ini bisa terjadi, karena unit
konduksi telah dipecat sebelum negara memuaskan urusan yang telah terjadi?
Thorndike berusaha untuk menjawab pertanyaan ini dengan mendalilkan adanya
reaksi mengkonfirmasikan, yang memicu dalam sistem saraf jika respon
menghasilkan dalam keadaan memuaskan urusan. Thorndike merasa bahwa ini adalah
reaksi mengkonfirmasikan neurofisiologis di alam dan organisme itu tidak sadar
akan hal itu. Meskipun Thorndike tidak merinci karakteristik reaksi ini, ia
menduga bahwa seperti reaksi neurofisiologis adalah penguat sejati obligasi
saraf.
2. Teori Belajar Menurut Skinner
Burrhus
Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatanmempunyai peranan yang
amat penting dalam proses belajar.Terdapat perbedaan antara ganjaran dan
penguatan. Ganjaranmerupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan
tingkahlaku yang sifatnya subyektif, sedangkan penguatan merupakan suatu
yangmengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih
mengarahkepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Teori
Skinner menyatakan penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan
negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jikapenguatan
tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku siswa dalammelakukan pengulangan
perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yangdiberikan kepada siswa memperkuat
tindakan siswa, sehingga siswa semakinsering melakukannya. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujianyang diberikan kepada
siswa, sikap guru yang menunjukkan rasa gembirapada saat siswa bisa menjawab
dengan benar.
Penguatan
negatif adalah bentuk stimulus yang lahir akibat dari fespon siswa yang kurang
atau tidak diharapkan. Penguatan negative diberikan agarrespon yang tidak
diharapkan atau tidak menunjang pada pelajaran tidakdiulangi siswa. Penguatan
negatif itu dapat berupa teguran, peringatan atausangsi. Namun untuk mengubah
tingkah laku siswa dari negatif menjadipositif guru perlu mengetahui psikologi
yang dapat digunakan untuk memperkirakan
(memprediksi) dalam mengendalikan tingkah laku siswa.
Skinner
memiliki tiga asumsi dasar dalam membangun teorinya,yaitu:
1.
Behavior is lawful (perilaku
memiliki hukum tertentu)
2.
Behavior can be predicted (perilaku
dapat diramalkan)
3.
Behavior can be controlled (perilaku
dapat dikontrol)
Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran
Matematika
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.
Bahan yang dipelajari dianalisis
sampai pada unit-unit secara organis.
b.
Hasil berlajar harus segera
diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
c.
Proses belajar harus mengikuti irama
dari yang belajar.
d.
Materi pelajaran digunakan sistem
modul.
e.
Tes lebih ditekankan untuk
kepentingan diagnostic.
f.
Dalam proses pembelajaran lebih
dipentingkan aktivitas sendiri.
g.
Dalam proses pembelajaran tidak
dikenakan hukuman.
h.
Dalam pendidikan mengutamakan
mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
i.
Tingkah laku yang diinginkan
pendidik diberi hadiah.
j.
Hadiah diberikan kadang-kadang (jika
perlu)
k.
Tingkah laku yang diinginkan,
dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
l.
Dalam pembelajaran sebaiknya
digunakan shaping.
m. Mementingkan
kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
n.
Dalam belajar mengajar menggunakan
teaching machine.
o.
Melaksanakan mastery learning
yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena
tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu
yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.
Kritik
terhadap teori pengkondisian operan Skinner adalah seluruh pendekatan itu
terlalu banyak menekankan pada control eksternal atas perilaku murid. Teori ini
berpandangan bahwa strategi yang lebih baik adalah membantu murid belajar
mengontrol perilaku mereka sendiri dan menjadi termotivasi secara internal.
Beberapa kritikus mengatakan bahwa bukan ganjaran dan hukuman yang akan
mengubah perilaku, namun keyakinan atau ekspektasi bahwa perbuatan tertentu
akan diberi ganjaran atau hukuman. atau dengan kata lain teori behaviorisme
tidak memberi cukup perhatian pada proses kognitif dalam proses belajar.
3. Teori Ausubel
Ausubel
terkenal dengan teori belajar bermaknanya. Menurut Ausubel (Hudoyo, 1998:62) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah
“bermakana”artinya bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan
harus relevan dengan struktur kognitif
yang dimiliki siswa. Oleh karena itu,pelajaran harus dikaitkan dengan
konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa,sehingga konsep-konsep baru tersebut
benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian
faktor intelektual, emosional siswa tersebut terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Ausubel
membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar
menemukan, konsep dicari/ditemukan oleh siswa. Sedangkan pada belejar menerima siswa hanya menerima konsep atau materidari
guru, dengan demikian siswa tinggal menghapalkannya. Selain ituAusubel juga
membedakan antara brelajar menghafal dengan belajarbermakna. Pada belajar
menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudahdiperolehnya tetapi pada belajar
bermakna, materi yang telah diperoleh itudikembangkan dengan keadaan lain
sehingga belajarnya lebih bisa dimengerti.
Aplikasi
Teori Ausubel dalam Pembelajaran Matematika
Dalam pembelajaran matematika siswa akan lebih baik
jika siswa tersebut dilibatkan langsung dalam pembelajaran, terutama mereka
yang berada di tingkat pendidikan dasar. Namun untuk siswa pada tingkat
pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu.
Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan,
peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar yaitu
belajar hafalan (rote-learning) dan belajar bermakna (meaningful-learning).
1.
Belajar Hafalan
Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip
Bell (1978) mengenai belajar hafalan (rote-learning): “… , if the learner’s
intention is to memorise it verbatim, i.e., as a series of arbitrarily related
word, both the learning process and the learning outcome must necessarily be
rote and meaningless” (p.132). Jika seorang siswa berkeinginan untuk
mengingat sesuatu tanpa mengaitkan dengan hal yang lain maka baik proses maupun
hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan
bermakna (meaningless) sama sekali baginya.
2.
Belajar
Bermakna
Untuk dapat menguasai materi matematika,
seorang siswa harus menguasai beberapa kemampuan dasar lebih dahulu. Setelah
itu, siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang sudah dipunyainya. Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana
dikutip Orton (1987:34): “If I had to reduce all of educational psychology
to just one principle, I would say this: The most important single facto
influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and
teach him accordingly.” Jelaslah, menurut Ausubel, bahwa pengetahuan yang
sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses
pembelajaran. Di samping itu, seorang guru dituntut untuk mengecek,
mengingatkan kembali ataupun memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum
ia memulai membahas topik baru, sehingga pengetahuan yang baru tersebut dapat
berkait dengan pengetahuan yang lama yang lebih dikenal sebagai belajar
bermakna tersebut.
4.
Teori Gagne
Menurut
Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah,belajar
mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.
Fakta adalah
objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambang bilangan sudut, dan
notasi-notasi matematika lainnya. Keterampilan berupa kemampuan memberikan jawaban dengan tepat dan cepat, misalnya melakukan pembagian bilangan yang cukup besar dengan bagi
kurung,menjumlahkan pecahan, melukis sumbu sebuah ruas garis. Konsep ide
abstrakyang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dannon
contoh. Misalkan, konsep bujursangkar, bilangan prima, himpunan, danvektor.
Aturan ialah objek paling abstrak yang berupa sifat atau teorema.
Menurut
Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe, yaitu belajar isyarat,
stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahanmasalah.
Asumsi dasar yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar menurutnya
belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh
pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, dimana tingkah laku itu merupakan
proses kumulatif dari belajar. Artinya banyak keterampilan yang dipelajari memberikan
sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit.
Aplikasi
Teori Belajar Gagne dalam Pembelajran Matematika
Kritik terhadap teori belajar Gagne
yaitu: (a) pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered learning)
dimana gurubersifat otoriter, (b) komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid, (c) hanya berorientasi
pada hasil yang diamati dan diukur, (d) murid hanya mendengarkan dengan tertib
penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yang efektif.
5.
Teori
Belajar Pavlov
Pavlov
adalah seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia. Ia terkenal dengan teori belajar klasiknya dan seorang penganut aliran tingkah laku (Behaviorisme) yaitu aliran yang berpendapat, bahwa hasil belajar manusia
itudidasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yang terlihat
melaluistimulus respons dan belajar bersyarat (Conditioning Learning). Menurut aliran ini tingkah laku manusia termasuk organisme pasif yang
bisadikendalikan. Tingkah laku manusia bisa dikendalikan dengan cara memberi ganjaran dan hukuman.
Pavlov
mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning)
dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, misalnya agar siswa mengerjakan soal PR dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.
Aplikasi
Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajaran Matematika
Penggunaan
pemikiran Pavlov dalam pembelajaran Matematika (Amir dan Risnawati, 2015:50)
yakni :
a. Guru
memberikan soal latihan matematika kepada muridnya, dan guru harus memberikan
imbalan atas kerja keras peserta didik.
b. Sikap
ramah seorang guru memiliki kecenderungan menimbulkan respons positif pada
subjek didik, meskipun ada kemungkinan timbulnya respons negatif pada subjek
didik manja.
c. Memberikan
suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas matematika.
d. Membantu
siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atan
menekan.
e. Membantu
siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka
dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara tepat.
Kritik terhadap teori telajar Classical
Conditioning Pavlov yaitu teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah
terjadi secara otomatis; keaktifan dan kehendak pribadi tidak dihiraukan. Teori
ini juga terlalu menonjolkan peranan latihan/kebiasaan padahal individu tidak
semata-mata tergantung dari pengaruh luar yang menyebabkan individu cenderung
pasif karena akan tergantung pada stimulus yang diberikan. Di samping itu pula,
dalam teori ini, proses belajar manusia dianalogikan dengan perilaku hewan
sulit diterima, mengingat perbedaan karakter fisik dan psikis yang berbeda
antar keduanya. Oleh karena itu, teori ini hanya dapat diterima dalam hal-hal
belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang mengenai skill (keterampilan)
tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.
B.
Aliran
Psikologi Kognitif
Menurut aliran psikologi kognitif
bahwaanak belajar itu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mentalnya. Artinya
bila seorang guru akan memberikan pengajaran harus disesuaikan dengan tahap–tahap
perkembangan tersebut. Menurut tokoh – tokoh aliran psikologi kognitif, seperti:
Jean Piaget, Bruner, Brownell, Dienes, dan Van Hiele, pembelajaran yang tidak
memperhatikan perkembangan mental siswa besar kemungkinan akan mengalami
kesulitan dalam menyerap materi yang disajikan, karena tidak sesuai dengan
tingkat kemampuannya.
1.
Teori
Belajar Jean Piaget
Ahli teori belajar yang sangat berpengaruh
adalah Jean Piaget. Diaadalah ahli psikologi bangsa Swiss yang meyakini bahwa
perkembangan mental setiap pribadi anak melewati empat tahap, yaitu :
a. Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai
umur sekitar 2 tahun,
b. Tahap Pra Operasi, dari sekitar umur 2
tahun sampai dengan sekitar umur 7 tahun,
c. Tahap Operasi Kongkrit, dari sekitar
umur 7 tahun sampai dengan sekitar umur 11 tahun,
d. Tahap Operasi Formal, dari sekitar umur
11 tahun dan seterusnya.
Aplikasi
Teori Belajar Jean Piaget dalam Pembelajaran Matematika
Menurut piaget, aplikasi teori
kognitif dalam pembelajaran yaitu :
1.
Memusatkan perhatian
pada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar hasilnya. Guru harus memahami
proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut.
Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap
fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang
digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan
guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
2.
Mengutamakan
peran siswa dalam berinisisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar.
Dalam kelas, pengajaran pengetahuan jadi (ready mode knowledge) anak didorong menentukan
sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3.
Memaklumi akan
adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Kognitif mengasumsikan
bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertunbuhan
itu yang berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu, guru harus melakukan
upaya untuk mengatur aktivitas dalam kelas yang terdiri dari individu-individu kedalam
kelompok-kelompok kecil siswa dari pada aktivitas dalam kelompok klasikal.
4.
Mengutamakan
peran siswa saling berinteraksi. Menurut piaget, pertukaran gagasan-gagasan tidak
dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan
secara langsung, perkembangannya dapat disimulasikan.
2.
Teori
Bruner
Jerome
Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematikaberhasil jika proses
pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat
dalam pokok bahasan yang diajarkan. Dengan mengenal konsep dan struktur yang
tercakup dalam bahanyang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang
harus dikuasainyaitu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola
atau strukturtertentu akan lebih dipahami dan diingat anak.
Bruner
mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati3 tahap, yaitu :
a. Tahap
enaktif
Pada
tahap belajar ini anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi(mengotak-atik)
objek.
b. Tahap
ikonik
Pada
tahap belajar ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan denganmental, yang
merupakan gambaran dari objek-objek pada tahapsebelumnya. Dengan kata lain anak
dapat membayangkan kembali ataumemberikan gambaran dalam pikirannya tentang
benda atau peristiwayang dialami yang dikenalnya pada tahap enaktif.
c. Tahap
Simbolik
Pada
tahap ini siswa sudah mampu menggunakan notasi atau simbol tanpaketergantungan
terhadap objek riil.Jadi apabila ia melihat suatu simbolmaka bayangan mental
yang ditandai oleh simbol itu akan dikenalnyakembali.Bruner mengadakan
pengamatan ke sekolah-sekolah. Dari hasilpengamatannya itu diperoleh beberapa
kesimpulan yang melahirkan dalil-dalil,yaitu dalil penyusunan (construction
theorem), dalil notasi (notationtheorem), dalil kekontrasan dan dalil
keanekaragaman (contras and variationtheorem),dan dalil pengaitan (connectivity
theorem).
Aplikasi
Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran Matematika
Kritik terhadap Teori Bruner dengan
metode Penemuan (discovery learning), yaitu tidak bisa digunakan pada semua
materi dalam matematika hanya beberapa materi saja yang dapat digunakan dengan
metode penemuan.
3.
Teori
Gestalt
Tokoh
aliran ini adalah John Dewey. Ia mengemukakan bahwapelaksanaan Kegiatan
pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru harusmemperhatikan hal-hal berikut
ini :
a. Penyajian
konsep harus lebih mengutamakan pengertian.
b. Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siwa.
c. Mengatur
suasana kelas agar siswa siap belajar.
Dari ketiga hal di atas, dalam menyajikan
pelajaran guru janganmemberikan konsep yang harus diterima begitu saja,
melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya
konsep tersebut daripada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai
pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proses melalui
metode induktif.
Menurut Koffka dan Kohler, sebagaimana ditulis oleh Muhammad Surya, ada
tujuh prinsip organisasi yang menjadi asumsi dasar teori Gestalt, yaitu :
1. Prinsip
hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu
menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk)
dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan
sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure
dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara
latar dan figure.
2. Prinsip
kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik
waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.
3. Objetive
set : organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya.
4. Prinsip
kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan
dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
5. Prinsip
arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang
berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagai suatu figure atau
bentuk tertentu.
6. Prinsip
kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya
bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan
yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
7. Prinsip
ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola
obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Aplikasi
Teori Belajar Gestalt dalam Pembelajaran Matematika
Akhmad Sudrajatsebagaimana juga ditulis oleh Muhammad Surya menguraikan
beberapa aplikasi teori gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman
tilikan (insight);
Setelah berhasil dengan eksperimennya Kohler menyatakan bahwa tilikan
memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran,
hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal
keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning);
Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan
tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan
makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan
pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan
alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya
memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku
bertujuan (purposive behavior);
Edward Tolman salah satu tokoh yang mengembangkan teori gestalt
mengatakan bahwa pada hakikatnya perilaku itu terarah pada suatu tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan
berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh
karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran
dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip
ruang hidup (life space);
Konsep ini di kembangkan oleh kurt lewwin dalam teori medan (field
theory) yang menyatakan bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya
memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta
didik.
5. Transfer
dalam pembelajaran
Maksud dari transfer dalam pembelajaran adalah pemindahan pola-pola
perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan
gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari
suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam
situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan
pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan
kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar
akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari
suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam
memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat
membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.
4.
Teori
Dienes
Zoltan
P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkanperhatiannya pada
cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinyabertumpu pada teori
Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sehingga sistem yang
dikembangkannya itu menarik bagi anak yangmempelajari matematika.
Dienes
membagi 6 tahapan secara berurutan dalam menyajikan konsepmatematika, yaitu
sebagai berikut.
a. Tahap
Bermain Bebas
Tahap
bermain bebas merupakan tahap belajar konsep yangaktivitasnya tidak diarahkan.
Pada kegiatan ini, memungkinkan anak untukmengadakan percobaan dan
mengotak-atik (memanipulasi) benda-bendakongkrit dari unsur-unsur yang sedang
dipelajarinya.Pada tahap permainan bebas anak-anak berhadapan dengan
unsur-unsur dalam interaksinya dengan lingkungan belajar atau alam sekitar.
Dalamtahap ini juga anak tidak hanya belajar membentuk struktur mental,
namunjuga belajar membentuk struktur sikap dan mempersiapkan diri
dalampemahaman konsep.
b. Tahap
Permainan
Dalam
permainan yang disertai aturan, anak-anak sudah mulai menelitipola-pola dan
keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin
terdapat dalam konsep tertentu tetapi tidak terdapat dalam konsepyang lainnya.
Anak yang telah memahami aturan-aturan yang terdapat dalamkonsep akan dapat
mulai melakukan permainan tadi. Jelaslah, dengan melaluipermainan anak-anak
diajak untuk mulai mengenal dan memikirkanbagaimana struktur matematika.Makin
banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalamkonsep-konsep tertentu,
maka akan semakin jelas konsep yang dipahami anak.Karena anak-anak akan
memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematisdalam konsep yang
dipelajarinya itu.
c. Tahap
Penelaahan Kesamaan Sifat
Pada
tahap ini, anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukansifat-sifat
kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatihanak-anak dalam
mencari kesamaan sifat, guru perlu mengarahkan merekadengan mentranslasikan
kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satuke bentuk permainan lainnya.
Translasi tentu tidak boleh mengubah sifat-sifatabstrak yang ada dalam
permainan semula.
d. Tahap
Representasi
Tahap
representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat daribeberapa situasi yang
sejenis. Anak-anak menentukan representasi darikonsep-konsep tertentu, setelah
mereka berhasil menyimpulkan kesamaansifat yang terdapat dalam situasi-situasi
yang dihadapinya. Representasi yangdiperolehnya ini bersifat abstrak. Dengan
demikian anak-anak telah mengarahpada pengertian struktur matematika yang
sifatnya abstrak yang terdapatdalam konsep yang sedang dipelajari.
e. Tahap
Simbolisasi
Tahap simbolisasi termasuk tahap belajar
konsep, yang membutuhkankemampuan merumuskan representasi dari setiap
konsep-konsep dengan menggunakan simbol-simbol matematika atau melalui
perumusan verbal.
f. Tahap
Formalisasi
Tahap formalisasi merupakan tahap belajar
konsep yang terakhir.Dalam tahap ini anak-anak dituntut untuk mengurutkan
sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep
tersebut. Sebagai contoh, anak-anak yang telah mengenal dasar-dasar dalam
struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema, dalam arti
membuktikan teorema tersebut.
Asumsi dasar
teorinyabertumpu pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada
siswa-siswa,sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik
bagi siswayang mempelajarinya.
Aplikasi
Teori Belajar Dienes dalam Pembelajaran Matematika
Aplikasi teori dienes biasanya berupa hal-hal
matematika konkret yang dapat berupa permainan. Alasannya adalah seperti yang
dikatakan Ahmadi (dalam Firmanawaty, 2003), permainan adalah suatu perbuatan
yang mengandung keasyikan dan dilakukan atas kehendak sendiri, bebas tanpa
paksaan, dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan
kegiatan tersebut. Dengan demikian, jika seorang anak melakukan kegiatan dengan
asyik, bebas, dan mendapat kesenangan pada waktu melakukan kegiatan tersebut,
maka anak itu merasa sedang bermain-main. Sehingga nilai permainan
matematika yang terkandung didalamnya akan dengan mudah diserap oleh siswa.
Penerapan teori dienes dalam pembelajaran termasuk pembelajaran
matematika adalah:
1.
Permainan Operasi Perkalian, bertujuan
untuk melatih anak belajar perkalian dengan kelipatan dan menjelaskan makna
dari permainan.
2.
Menurut Bell (1978:128) untuk
menentukan bagaimana untuk menyelesaikan perkalian dua bilangan negatif guru
seharusnya menyiapkan satu set permasalahan termasuk dengan cara membuat siswa
menemukan pola.
3.
Aplikasi teori Dienes dapat
diterapkan dalam pengenalan permutasi di sekolah menengah.
4. Permainan Tangram dan Pancagram
Menurut Wirasto (1983), perminan tangram mini memiliki nilai didik yang tinggi untuk anak SD, karena dengan permainan tersebut anak menjadi aktif (menggunting, menyusun, dan menggambar bangun geometri datar, memperdalam memahaman bentuk-bentuk dan struktur geometri datar, memperdalam pengertian luas, dan melakukan eksplorasi hingga meningkatkan kreatifitasnya.
Menurut Wirasto (1983), perminan tangram mini memiliki nilai didik yang tinggi untuk anak SD, karena dengan permainan tersebut anak menjadi aktif (menggunting, menyusun, dan menggambar bangun geometri datar, memperdalam memahaman bentuk-bentuk dan struktur geometri datar, memperdalam pengertian luas, dan melakukan eksplorasi hingga meningkatkan kreatifitasnya.
5. Dalam mempelajari matematika, siswa
harus bisa menterjemahkan kejadian nyata dalam fungsi simbolik.
5.
Teorema
Van Hiele
Perlu Anda ketahui bahwa teori belajar
yang telah dirumuskan di mukaadalah teori belajar yang dijadikan landasan proses
pembelajaran matematika. Namun pada bagian ini akan dikemukakan ahli
pendidikan, khusus dalam bidang geometri, yaitu teori belajar Van Hiele. Van
Hiele adalah seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan penelitian
dalam pengajaran geometri Menurut Van Hiele, ada tiga unsur utama dalam
pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran,dan metode pengajaran yang
diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu, akan dapat meningkatkan
kemampuan berfikir anak kepada tahapan berfikir yang lebih tinggi.
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5
tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu : tahap pengenalan, tahap
analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi dan tahap akurasi yang akan diuraikan
sebagai berikut.
a. Tahap
Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini anak mulai belajar mengenal
suatu bentuk geometrisecara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya
sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada
anak diperlihatkan sebuah kubus, maka ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan
yang dimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum tahu bahwa kubus mempunyai
sisi-sisi yang merupakan bujursangkar, anak pun belum mengetahui bahwa bujur sangkar ( persegi )
keempat sisinya sama dan keempat sudutnya siku-siku.
b. Tahap
Analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal
sifat-sifat yang dimilikibangun Geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu
menyebutkan keteraturan yang terdapat pada bangun Geometri itu. Misalnya pada
saat ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi
yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Tapi tahap ini
anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri
dengan benda geometri lainnya.
c. Tahap
Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada
tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikankesimpulan yang kita
kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namunkemampuan ini belum berkembang
secara penuh. Satu hal yang perludiketahui adalah, anak pada tahap ini sudah
mulai mampu mengurutkan.
d. Tahap
Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik
kesimpulan secaradeduktif, yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat
umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa
pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur
yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami dalil. Selain itu, pada
tahap ini anak sudah mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat yang
digunakan dalam pembuktian. Tetapi anak belum mengerti mengapa sesuatu itu
dijadikan postulat atau dalil.
e. Tahap
Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari
betapa pentingnya ketepatan
dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.
Aplikasi
Teori Belajar Van Hiele dalam Pembelajaran Matematika
6.
Albert
Bandura
Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta
Kanada, pada 04 Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa
kecil dan juga mendapat pendidikan disana. Pada tahun 1949 beliau mendapat
pendidikan di University of British Columbia, dalam jurusan psikologi.
Bandura berpendapat tentang kognitif sosial. Seperti yang dijelaskan dalam buku karya John W. Santrock (2007:285) yang menyatakan bahwa Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan faktor sosial dan kognitif dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Hal ini berarti bahwa faktor kognitif berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya. Jadi menurut Bandura antara faktor kognitif/person, faktor lingkungan dan faktor perilaku mempengaruhi satu sama lain dan faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi, pemikiran dan kecerdasan.
Bandura berpendapat tentang kognitif sosial. Seperti yang dijelaskan dalam buku karya John W. Santrock (2007:285) yang menyatakan bahwa Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan faktor sosial dan kognitif dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Hal ini berarti bahwa faktor kognitif berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya. Jadi menurut Bandura antara faktor kognitif/person, faktor lingkungan dan faktor perilaku mempengaruhi satu sama lain dan faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi, pemikiran dan kecerdasan.
Bandura berdasarkan tiga asumsi, yaitu:
a.
Bahwa
individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya,
terutama perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebut
sebagai perilaku model atau perilaku contoh. Apabila peniruan itu memperoleh
penguatan, maka perilaku yang ditiru itu akan menjadi perilaku dirinya. Proses
pembelajaran menurut proses kognitif individu dan kcakapan dalam membuat
keputusan.
b.
Terdapat
hubungkait yang erat antara pelajar dengan lingkungannya. Pembelajaran terjadi
dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan
factor-faktor pribadi.
c.
Bahwa
hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan
dalam perilaku sehari-hari.
Atas dasar asumsi tersebut, maka pembelajaran Bandura
disebut social-kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang
peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya
pengaruh lingkungan social. Individu akan mengamati perilaku di lingkungannya
sebagai model, kemudian ditirunya sehingga menjadi perilaku miliknya. Dengan
demikian, maka Bandura ini disebut pembelajaran melalui peniruan. Perilaku
individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan,
pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang
sebaik-baiknya sehingga bersesuain dengan keadaan dirinya atau tujuannya.
Aplikasi
Teori Belajar Albert Bandura dalam Pembelajaran Matematika
C.
Aliran
Humanistik
Teori
belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,
bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah
membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam
teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. (Uno, 2006: 13)
Jadi,
teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi
dirinya.
1. Carl Rogers
Carl R. Rogers dalam Hadis (2006: 71) kurang menaruh
perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi
keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak
dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional
peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi
belajar harus bersumber pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar
yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna
terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan
peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses
pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek
perasaan peserta didik.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar
peserta didik menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang
berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar
peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik
untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta
didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan
cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai
sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat,
serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya. (Hadis, 2006:
72)
2. Arthur Combs
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa
peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si peserta didik untuk memperoleh
arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia
seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada
satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan
besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari
persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal
yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Pendekatan humanistik menganggap peserta didik sebagai
a whole person atau orang sebagai suatu kesatuan. Dengan kata lain,
pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi atau bahan ajar yang menjadi
sasaran, tetapi juga membantu peserta didik mengembangkan diri mereka sebagai
manusia.Keyakinan tersebut telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan
metodologi pembelajaran yang menekankan aspek humanistik pembelajaran.
(Alwasilah, 1996: 23) Dalam metodologi semacam itu, pengalaman peserta didik
adalah yang terpenting dan perkembangan kepribadian mereka serta penumbuhan
perasaan positif dianggap penting dalam pembelajaran mereka.
Beberapa prinsip teori belajar humanistik, yaitu:
a.
Manusia mempunyai belajar alami.
b.
Belajar signifikan terjadi apabila
materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu.
c.
Belajar yang menyangkut perubahan di
dalam persepsi mengenai dirinya.
d.
Tugas belajar yang mengancam diri
ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil.
e.
Bila bancaman itu rendah terdapat
pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
f.
Belajar yang bermakna diperolaeh
jika peserta didik melakukannya.
g.
Belajar lancer jika peserta didik
dilibatkan dalam proses belajar.
h.
Belajar yang melibatkan peserta
didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
i.
Kepercayaan pada diri pada peserta
didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
j.
Belajar sosial adalah belajar
mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme
mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1) Manusia itu
memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah
terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan
asimilasi pengalaman baru, (2) Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan
yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik, (3) belajar dapat di
tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasif
jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih
banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa
sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih
baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam
belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu
penting. (Dakir, 1993: 64)
Implikasi Aliran
Humanistik dalam Pembelajaran
Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh
atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang
diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator
bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai
makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman
belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh
tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan
peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara
positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru
sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan
belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1.
Fasilitator sebaiknya memberi
perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman
kelas.
2.
Fasilitator membantu untuk
memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga
tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.
Dia mempercayai adanya keinginan
dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna
bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar
yang bermakna tadi.
4.
Dia mencoba mengatur dan menyediakan
sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para
peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.
Dia menempatkan dirinya sendiri
sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.
Di dalam menanggapi
ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat
intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara
yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
7.
Bilamana cuaca penerima kelas telah
mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta
didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan
pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
8.
Dia mengambil prakarsa untuk ikut
serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan
juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh
saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik.
9.
Dia harus tetap waspada terhadap
ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama
belajar.
10.
Di dalam berperan sebagai seorang
fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Belajar
adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat
mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah
kepada tingkah laku yang buruk.
Aliran
tingkah laku (behaviorisme) berkesimpulan bahwa studi tentang belajar itu harus
berdasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yangnampak, sebab menurut
teori ini manusia itu adalah organisme pasif yang bisadikontrol, dan tingkah
laku manusia itu bisa dibentuk melalui ganjaran dan hukuman.
Menurut
aliran psikologi kognitif bahwa anak
belajar itu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mentalnya. Artinya bila
seorang guru akan memberikan pengajaran harus disesuaikan dengan tahap–tahap
perkembangan tersebut.
2. Saran
Sebaiknya
kita harus mengetahui berbagai aliran teori belajar yang ada agar kita bisa
mengetahui peranan dan aplikasinya dalam pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar