Santai dan Berpikir Apa yang Harus Dilakukan Sekarang

Minggu, 18 Februari 2018

Aliran Teori Belajar


BAB I
PENDAHULUAN

Menurut Morgan (Gino, 1988: 5) menyatakan bahwa belajar adalah merupakan salah satu yang relatif tetap dari tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman. Dengan demikian dapat diketahui bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan manusia melalui pengalaman dan latihan untuk memperoleh kemampuan baru dan merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap, sebagai akibat dari latihan. Menurut Hilgard (Suryabrata, 2001:232) menyatakan belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perbuatan yang ditimbulkan oleh lainnya.
Selanjutnya menurut Gerow (1989:168) mengemukakan bahwa “Learning is demonstrated by a relatively permanent change in behavior that occurs as the result of practice or experience”. Belajar adalah ditunjukkan oleh perubahan yang relatif tetap dalam perilaku yang terjadi karena adanya latihan dan pengalaman-pengalaman.Kemudian menurut Bower (1987: 150) “Learning is a cognitive process”. Belajar adalah suatu proses kognitif.
Dalam pengertian ini, tidak berarti semua perubahan berarti belajar, tetapi dapat dimasukan dalam pengertian belajar yaitu, perubahan yang mengandung suatu usaha secara sadar, untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat diidentifikasi beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian belajar yaitu:Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang buruk. Perubahan itu tidak harus segera nampak setelah proses belajar tetapi dapat nampak di kesempatan yang akan datang. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman.Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun phisikis.
Teori manapun pada prinsifnya, belajar meliputi segala perubahan baik berpikir, pengetahuan, informasi, kebiasaan, sikap apresiasi maupun pengertian. Ini berarti kegiatan belajar ditunjukan oleh adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Perubahan akibat proses belajar adalah karena adanya usaha dari individu dan perubahan tersebut berlangsung lama. Belajar merupakan kegiatan yang aktif, karena kegiatan belajar dilakukan dengan sengaja, sadar dan bertujuan.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Aliran Psikologi Tingkah Laku (Behaviorisme)
Aliran tingkah laku (behaviorisme) berkesimpulan bahwa studi tentang belajar itu harus berdasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yangnampak, sebab menurut teori ini manusia itu adalah organisme pasif yang bisadikontrol, dan tingkah laku manusia itu bisa dibentuk melalui ganjaran dan hukuman.
Tokoh-tokoh dari aliran tingkah laku ini diantaranya Thorndike, Pavlov,Baruda, Skiner, Gagne, Ausubel.
1.    Teori Belajar Thorndike
Edward L. Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan bahwa belajaradalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,atau hal-hal yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupapikiran, persaan atau gerakan (tindakan). Dari definisi belajar tersebut makamenurut Thorndike perubahan atau tingkah laku akibat kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu dapat diamati.
Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike inidisebut juga Koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.Terdapat beberapa dalil atau hukum yang dikemukakan Thorndike, yang mengakibatkan munculnya stimulus respon ini, yaitu hukum kesiapan (law ofreadiness), hukum latihan (law of exsercise) dan hukum akibat (law of effect).
a.    Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Hukum ini menerangkan bagaimana kesiapan seseorang siswa dalam melakukan suatu kegiatan.
b.    Hukum Latihan (Law of Ecexcise)
Menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi akibatnya hubungan akan semakin kuat. Sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan, maka makin lemahlah hubungan yang terjadi.
c.    Hukum Akibat (Law of Effect)
Thorndike mengemukakan bahwa suatu tindakan akan menimbulkan pengaruh bagi tindakan yang serupa. Ini memberikan gambaran bahwa jika suatu tindakan yang dilakukan seorang siswa menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan bagi dirinya, tindakan tersebut cenderung akan diulanginya. Sebaliknya tiap-tiap tindakan yang mengakibatkan kekecewaan atau hal-hal yang tidak menyenangkan, cenderung akan dihindarinya. Dilihat dari ciri-cirinya ini hukum akibat lebih mendekati ganjaran dan hukuman.
Asumsi dasar teori Thorndike, yaitu sebagai berikut.
1.    Belajar itu adalah tingkah laku.
2.    Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
3.    Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
4.    Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.

Aplikasi Teori Thorndike dalam Pembelajaran Matematika
Aplikasiteori Thorndike sebagai salah satu aliran psikologi tingkah laku dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilita spembelajaran yang tersedia. Setiap pembelajaran yang berpegang pada teori belajar behavioristik telah terstruktur rapi, dan mengarah pada bertambahnya pengetahuan pada siswa. Penerapan yang sebaiknya dilakukan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1.        Sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap mengikuti pembelajaran tersebut. Jadi setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
2.        Pembelajaran yang diberikan sebaiknya berupa pembelajaran yang kontinu, hal ini dimaksudkan agar materi lampau dapat tetap di ingat oleh siswa.
3.        Dalam proses belajar, pendidik hendaknya menyampaikan materi dengan cara yang menyenangkan, contoh dan soal latihan yang diberikan tingkat kesulitannya bertahap, dari yang mudah sampai yang sulit. Hal ini agar siswa mampu menyerap materi yang diberikan.
4.        Pengulangan terhadap penyampaian materi dan latihan, dapat membantu siswa mengingat materi terkait lebih lama.
5.        Supaya peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran, proses harus bertahap dari yang sederhana hingga yang kompleks.
6.         Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan yang belum baik harus segera diperbaiki.
7.        Dalam belajar, motivasi tidak begitu penting, karena perilaku peserta didik terutama ditentukan oleh penghargaan eksternal dan bukan oleh intrinsic motivation. Yang lebih penting dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
8.        Materi yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak kelak setelah dari sekolah.
9.         Thorndike berpendapat, bahwa cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan murid tahu bahwa apa yang telah di ajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan. Dengan ini guru harus tahu materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan dan kapan harus member hadiah atau membetulkan respon yang salah.
10.    Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik dan harus terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacam-macam situasi.

Hukum Efek Thorndike diserang dengan beberapa alasan. Kritikus mengatakan argumennya itu tidak berujung pangkal: Jika respon probablility naik, itu dikatakan karena kepuasan latihan suatu keadaan. Jika itu tidak naik, itu diklaim tidak ada kehadiran. Ia percaya bahwa situasi semacam ini tidak memungkinkan untuk tes teori sejak peristiwa yang sama (meningkat atau menurun probabilitas respon) adalah Thorndike telah menunjukkan kritik ini menjadi tidak valid karena sesuatu sekali telah terbukti satisfier, jika dapat digunakan untuk perilaku modifly dalam situasi lain (Meehl, 1950). Dengan kata lain, itu adalah "transituational" sifat pemuas yang menyimpan hukum efek dari sirkularitas.
Kritik kedua, dengan fakta bahwa efek respon muncul untuk bekerja kembali dalam waktu pada ikatan saraf yang menyebabkannya. Pertama, ada stimulus yang menyebabkan respon tertentu untuk terjadi karena ada hubungan saraf antara bahwa stimulus dan respon itu. Jika hasil respon dalam keadaan memuaskan urusan, koneksi SR diperkuat. Bagaimana ini bisa terjadi, karena unit konduksi telah dipecat sebelum negara memuaskan urusan yang telah terjadi? Thorndike berusaha untuk menjawab pertanyaan ini dengan mendalilkan adanya reaksi mengkonfirmasikan, yang memicu dalam sistem saraf jika respon menghasilkan dalam keadaan memuaskan urusan. Thorndike merasa bahwa ini adalah reaksi mengkonfirmasikan neurofisiologis di alam dan organisme itu tidak sadar akan hal itu. Meskipun Thorndike tidak merinci karakteristik reaksi ini, ia menduga bahwa seperti reaksi neurofisiologis adalah penguat sejati obligasi saraf.



2.    Teori Belajar Menurut Skinner
Burrhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatanmempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar.Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaranmerupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkahlaku yang sifatnya subyektif, sedangkan penguatan merupakan suatu yangmengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarahkepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Teori Skinner menyatakan penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jikapenguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku siswa dalammelakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yangdiberikan kepada siswa memperkuat tindakan siswa, sehingga siswa semakinsering melakukannya. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujianyang diberikan kepada siswa, sikap guru yang menunjukkan rasa gembirapada saat siswa bisa menjawab dengan benar.
Penguatan negatif adalah bentuk stimulus yang lahir akibat dari fespon siswa yang kurang atau tidak diharapkan. Penguatan negative diberikan agarrespon yang tidak diharapkan atau tidak menunjang pada pelajaran tidakdiulangi siswa. Penguatan negatif itu dapat berupa teguran, peringatan atausangsi. Namun untuk mengubah tingkah laku siswa dari negatif menjadipositif guru perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dalam mengendalikan tingkah laku siswa.
Skinner memiliki tiga asumsi dasar dalam membangun teorinya,yaitu:
1.    Behavior is lawful (perilaku memiliki hukum tertentu)
2.    Behavior can be predicted (perilaku dapat diramalkan)
3.    Behavior can be controlled (perilaku dapat dikontrol)



Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran Matematika
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.    Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
b.    Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
c.    Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
d.    Materi pelajaran digunakan sistem modul.
e.    Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
f.     Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
g.    Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
h.    Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
i.      Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
j.      Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
k.    Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
l.      Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
m.  Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
n.    Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
o.    Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.

Kritik terhadap teori pengkondisian operan Skinner adalah seluruh pendekatan itu terlalu banyak menekankan pada control eksternal atas perilaku murid. Teori ini berpandangan bahwa strategi yang lebih baik adalah membantu murid belajar mengontrol perilaku mereka sendiri dan menjadi termotivasi secara internal. Beberapa kritikus mengatakan bahwa bukan ganjaran dan hukuman yang akan mengubah perilaku, namun keyakinan atau ekspektasi bahwa perbuatan tertentu akan diberi ganjaran atau hukuman. atau dengan kata lain teori behaviorisme tidak memberi cukup perhatian pada proses kognitif dalam proses belajar.

3.    Teori Ausubel
Ausubel terkenal dengan teori belajar bermaknanya. Menurut Ausubel (Hudoyo, 1998:62) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakana”artinya bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu,pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa,sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian faktor intelektual, emosional siswa tersebut terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menemukan, konsep dicari/ditemukan oleh siswa. Sedangkan pada belejar menerima siswa hanya menerima konsep atau materidari guru, dengan demikian siswa tinggal menghapalkannya. Selain ituAusubel juga membedakan antara brelajar menghafal dengan belajarbermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudahdiperolehnya tetapi pada belajar bermakna, materi yang telah diperoleh itudikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih bisa dimengerti.


Aplikasi Teori Ausubel dalam Pembelajaran Matematika
Dalam pembelajaran matematika siswa akan lebih baik jika siswa tersebut dilibatkan langsung dalam pembelajaran, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar yaitu belajar hafalan (rote-learning) dan belajar bermakna (meaningful-learning).
1.    Belajar Hafalan
Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Bell (1978) mengenai belajar hafalan (rote-learning): “… , if the learner’s intention is to memorise it verbatim, i.e., as a series of arbitrarily related word, both the learning process and the learning outcome must necessarily be rote and meaningless” (p.132). Jika seorang siswa berkeinginan untuk mengingat sesuatu tanpa mengaitkan dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali baginya.
2.    Belajar Bermakna
Untuk dapat menguasai materi matematika, seorang siswa harus menguasai beberapa kemampuan dasar lebih dahulu. Setelah itu, siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dipunyainya. Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Orton (1987:34): “If I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this: The most important single facto influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly.” Jelaslah, menurut Ausubel, bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran. Di samping itu, seorang guru dituntut untuk mengecek, mengingatkan kembali ataupun memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia memulai membahas topik baru, sehingga pengetahuan yang baru tersebut dapat berkait dengan pengetahuan yang lama yang lebih dikenal sebagai belajar bermakna tersebut.

4.    Teori Gagne
Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah,belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.
Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambang bilangan sudut, dan notasi-notasi matematika lainnya. Keterampilan berupa kemampuan memberikan jawaban dengan tepat dan cepat, misalnya melakukan pembagian bilangan yang cukup besar dengan bagi kurung,menjumlahkan pecahan, melukis sumbu sebuah ruas garis. Konsep ide abstrakyang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dannon contoh. Misalkan, konsep bujursangkar, bilangan prima, himpunan, danvektor. Aturan ialah objek paling abstrak yang berupa sifat atau teorema.
Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe, yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahanmasalah.
Asumsi dasar yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar menurutnya belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, dimana tingkah laku itu merupakan proses kumulatif dari belajar. Artinya banyak keterampilan yang dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit.

Aplikasi Teori Belajar Gagne dalam Pembelajran Matematika

Kritik terhadap teori belajar Gagne yaitu: (a) pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered learning) dimana gurubersifat otoriter, (b) komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid, (c) hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur, (d) murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.

5.    Teori Belajar Pavlov
Pavlov adalah seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia. Ia terkenal dengan teori belajar klasiknya dan seorang penganut aliran tingkah laku (Behaviorisme) yaitu aliran yang berpendapat, bahwa hasil belajar manusia itudidasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yang terlihat melaluistimulus respons dan belajar bersyarat (Conditioning Learning). Menurut aliran ini tingkah laku manusia termasuk organisme pasif yang bisadikendalikan. Tingkah laku manusia bisa dikendalikan dengan cara memberi ganjaran dan hukuman.
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning)  dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, misalnya agar siswa mengerjakan soal PR dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.

Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajaran Matematika
Penggunaan pemikiran Pavlov dalam pembelajaran Matematika (Amir dan Risnawati, 2015:50) yakni :
a.    Guru memberikan soal latihan matematika kepada muridnya, dan guru harus memberikan imbalan atas kerja keras peserta didik.
b.    Sikap ramah seorang guru memiliki kecenderungan menimbulkan respons positif pada subjek didik, meskipun ada kemungkinan timbulnya respons negatif pada subjek didik manja.
c.    Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas matematika.
d.    Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atan menekan.
e.    Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara tepat.
Kritik terhadap teori telajar Classical Conditioning Pavlov yaitu teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan dan kehendak pribadi tidak dihiraukan. Teori ini juga terlalu menonjolkan peranan latihan/kebiasaan padahal individu tidak semata-mata tergantung dari pengaruh luar yang menyebabkan individu cenderung pasif karena akan tergantung pada stimulus yang diberikan. Di samping itu pula, dalam teori ini, proses belajar manusia dianalogikan dengan perilaku hewan sulit diterima, mengingat perbedaan karakter fisik dan psikis yang berbeda antar keduanya. Oleh karena itu, teori ini hanya dapat diterima dalam hal-hal belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang mengenai skill (keterampilan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.

B.  Aliran Psikologi Kognitif
Menurut aliran psikologi kognitif bahwaanak belajar itu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mentalnya. Artinya bila seorang guru akan memberikan pengajaran harus disesuaikan dengan tahap–tahap perkembangan tersebut. Menurut tokoh – tokoh aliran psikologi kognitif, seperti: Jean Piaget, Bruner, Brownell, Dienes, dan Van Hiele, pembelajaran yang tidak memperhatikan perkembangan mental siswa besar kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam menyerap materi yang disajikan, karena tidak sesuai dengan tingkat kemampuannya.
1.    Teori Belajar Jean Piaget
Ahli teori belajar yang sangat berpengaruh adalah Jean Piaget. Diaadalah ahli psikologi bangsa Swiss yang meyakini bahwa perkembangan mental setiap pribadi anak melewati empat tahap, yaitu :
a. Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun,
b. Tahap Pra Operasi, dari sekitar umur 2 tahun sampai dengan sekitar umur 7 tahun,
c. Tahap Operasi Kongkrit, dari sekitar umur 7 tahun sampai dengan sekitar umur 11 tahun,
d. Tahap Operasi Formal, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya.

Aplikasi Teori Belajar Jean Piaget dalam Pembelajaran Matematika
Menurut piaget, aplikasi teori kognitif dalam pembelajaran yaitu :
1.    Memusatkan perhatian pada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
2.    Mengutamakan peran siswa dalam berinisisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, pengajaran pengetahuan jadi (ready mode knowledge) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3.    Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Kognitif mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertunbuhan itu yang berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu, guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas dalam kelas yang terdiri dari individu-individu kedalam kelompok-kelompok kecil siswa dari pada aktivitas dalam kelompok klasikal.
4.    Mengutamakan peran siswa saling berinteraksi. Menurut piaget, pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasikan.

2.    Teori Bruner
Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematikaberhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahanyang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainyaitu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau strukturtertentu akan lebih dipahami dan diingat anak.
Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati3 tahap, yaitu :
a.    Tahap enaktif
Pada tahap belajar ini anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi(mengotak-atik) objek.
b.    Tahap ikonik
Pada tahap belajar ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan denganmental, yang merupakan gambaran dari objek-objek pada tahapsebelumnya. Dengan kata lain anak dapat membayangkan kembali ataumemberikan gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwayang dialami yang dikenalnya pada tahap enaktif.
c.    Tahap Simbolik
Pada tahap ini siswa sudah mampu menggunakan notasi atau simbol tanpaketergantungan terhadap objek riil.Jadi apabila ia melihat suatu simbolmaka bayangan mental yang ditandai oleh simbol itu akan dikenalnyakembali.Bruner mengadakan pengamatan ke sekolah-sekolah. Dari hasilpengamatannya itu diperoleh beberapa kesimpulan yang melahirkan dalil-dalil,yaitu dalil penyusunan (construction theorem), dalil notasi (notationtheorem), dalil kekontrasan dan dalil keanekaragaman (contras and variationtheorem),dan dalil pengaitan (connectivity theorem).

Aplikasi Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran Matematika

Kritik terhadap Teori Bruner dengan metode Penemuan (discovery learning), yaitu tidak bisa digunakan pada semua materi dalam matematika hanya beberapa materi saja yang dapat digunakan dengan metode penemuan.

3.    Teori Gestalt
Tokoh aliran ini adalah John Dewey. Ia mengemukakan bahwapelaksanaan Kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru harusmemperhatikan hal-hal berikut ini :
a.    Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian.
b.    Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siwa.
c.    Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
Dari ketiga hal di atas, dalam menyajikan pelajaran guru janganmemberikan konsep yang harus diterima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep tersebut daripada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif.
Menurut Koffka dan Kohler, sebagaimana ditulis oleh Muhammad Surya, ada tujuh prinsip organisasi yang menjadi asumsi dasar teori Gestalt, yaitu :
1.    Prinsip hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2.    Prinsip kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3.    Objetive set : organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya.
4.    Prinsip kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
5.    Prinsip arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagai suatu figure atau bentuk tertentu.
6.    Prinsip kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
7.    Prinsip ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Aplikasi Teori Belajar Gestalt dalam Pembelajaran Matematika
Akhmad Sudrajatsebagaimana juga ditulis oleh Muhammad Surya menguraikan beberapa aplikasi teori gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1.    Pengalaman tilikan (insight);
Setelah berhasil dengan eksperimennya Kohler menyatakan bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2.    Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning);
Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3.    Perilaku bertujuan (purposive behavior);
Edward Tolman salah satu tokoh yang mengembangkan teori gestalt mengatakan bahwa pada hakikatnya perilaku itu terarah pada suatu tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4.    Prinsip ruang hidup (life space);
Konsep ini di kembangkan oleh kurt lewwin dalam teori medan (field theory) yang menyatakan bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5.    Transfer dalam pembelajaran
Maksud dari transfer dalam pembelajaran adalah pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

4.    Teori Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkanperhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinyabertumpu pada teori Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yangmempelajari matematika.
Dienes membagi 6 tahapan secara berurutan dalam menyajikan konsepmatematika, yaitu sebagai berikut.
a.    Tahap Bermain Bebas
Tahap bermain bebas merupakan tahap belajar konsep yangaktivitasnya tidak diarahkan. Pada kegiatan ini, memungkinkan anak untukmengadakan percobaan dan mengotak-atik (memanipulasi) benda-bendakongkrit dari unsur-unsur yang sedang dipelajarinya.Pada tahap permainan bebas anak-anak berhadapan dengan unsur-unsur dalam interaksinya dengan lingkungan belajar atau alam sekitar. Dalamtahap ini juga anak tidak hanya belajar membentuk struktur mental, namunjuga belajar membentuk struktur sikap dan mempersiapkan diri dalampemahaman konsep.
b.    Tahap Permainan
Dalam permainan yang disertai aturan, anak-anak sudah mulai menelitipola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tetapi tidak terdapat dalam konsepyang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan yang terdapat dalamkonsep akan dapat mulai melakukan permainan tadi. Jelaslah, dengan melaluipermainan anak-anak diajak untuk mulai mengenal dan memikirkanbagaimana struktur matematika.Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalamkonsep-konsep tertentu, maka akan semakin jelas konsep yang dipahami anak.Karena anak-anak akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematisdalam konsep yang dipelajarinya itu.
c.    Tahap Penelaahan Kesamaan Sifat
Pada tahap ini, anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukansifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatihanak-anak dalam mencari kesamaan sifat, guru perlu mengarahkan merekadengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satuke bentuk permainan lainnya. Translasi tentu tidak boleh mengubah sifat-sifatabstrak yang ada dalam permainan semula.
d.    Tahap Representasi
Tahap representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat daribeberapa situasi yang sejenis. Anak-anak menentukan representasi darikonsep-konsep tertentu, setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaansifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya. Representasi yangdiperolehnya ini bersifat abstrak. Dengan demikian anak-anak telah mengarahpada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapatdalam konsep yang sedang dipelajari.
e.    Tahap Simbolisasi
Tahap simbolisasi termasuk tahap belajar konsep, yang membutuhkankemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol-simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
f.     Tahap Formalisasi
Tahap formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir.Dalam tahap ini anak-anak dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut. Sebagai contoh, anak-anak yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Asumsi dasar teorinyabertumpu pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada siswa-siswa,sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi siswayang mempelajarinya.

Aplikasi Teori Belajar Dienes dalam Pembelajaran Matematika
Aplikasi teori dienes biasanya berupa hal-hal matematika konkret yang dapat berupa permainan. Alasannya adalah seperti yang dikatakan Ahmadi (dalam Firmanawaty, 2003), permainan adalah suatu perbuatan yang mengandung keasyikan dan dilakukan atas kehendak sendiri, bebas tanpa paksaan, dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan kegiatan tersebut. Dengan demikian, jika seorang anak melakukan kegiatan dengan asyik, bebas, dan mendapat kesenangan pada waktu melakukan kegiatan tersebut, maka anak itu merasa sedang bermain-main.  Sehingga nilai permainan matematika yang terkandung didalamnya akan dengan mudah diserap oleh siswa.
Penerapan teori dienes dalam pembelajaran termasuk pembelajaran matematika adalah:
1.    Permainan Operasi Perkalian, bertujuan untuk melatih anak belajar perkalian dengan kelipatan dan menjelaskan makna dari permainan.
2.    Menurut Bell (1978:128) untuk menentukan bagaimana untuk menyelesaikan perkalian dua bilangan negatif guru seharusnya menyiapkan satu set permasalahan termasuk dengan cara membuat siswa menemukan pola.
3.    Aplikasi teori Dienes dapat diterapkan dalam pengenalan permutasi di sekolah menengah.
4.  Permainan Tangram dan Pancagram
Menurut Wirasto (1983), perminan tangram mini memiliki nilai didik yang tinggi untuk anak SD, karena dengan permainan tersebut anak menjadi aktif (menggunting, menyusun, dan menggambar bangun geometri datar, memperdalam memahaman bentuk-bentuk dan struktur geometri datar, memperdalam pengertian luas, dan melakukan eksplorasi hingga meningkatkan kreatifitasnya.
5.  Dalam  mempelajari matematika, siswa harus bisa menterjemahkan kejadian nyata dalam fungsi simbolik.

5.    Teorema Van Hiele
Perlu Anda ketahui bahwa teori belajar yang telah dirumuskan di mukaadalah teori belajar yang dijadikan landasan proses pembelajaran matematika. Namun pada bagian ini akan dikemukakan ahli pendidikan, khusus dalam bidang geometri, yaitu teori belajar Van Hiele. Van Hiele adalah seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri Menurut Van Hiele, ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran,dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu, akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tahapan berfikir yang lebih tinggi.
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu : tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi dan tahap akurasi yang akan diuraikan sebagai berikut.
a.    Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini anak mulai belajar mengenal suatu bentuk geometrisecara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada anak diperlihatkan sebuah kubus, maka ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum tahu bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujursangkar, anak pun belum mengetahui bahwa bujur sangkar ( persegi ) keempat sisinya sama dan keempat sudutnya siku-siku.
b.    Tahap Analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimilikibangun Geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada bangun Geometri itu. Misalnya pada saat ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Tapi tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya.
c.    Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikankesimpulan yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namunkemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perludiketahui adalah, anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan.
d.    Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secaradeduktif, yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak sudah mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. Tetapi anak belum mengerti mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil.
e.    Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.

Aplikasi Teori Belajar Van Hiele dalam Pembelajaran Matematika

6.    Albert Bandura
Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04 Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan disana. Pada tahun 1949 beliau mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam jurusan psikologi.
Bandura berpendapat tentang kognitif sosial. Seperti yang dijelaskan dalam buku karya John W. Santrock (2007:285) yang menyatakan bahwa Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan faktor sosial dan kognitif dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Hal ini berarti bahwa faktor kognitif berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya. Jadi menurut Bandura antara faktor kognitif/person, faktor lingkungan dan faktor perilaku mempengaruhi satu sama lain dan faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi, pemikiran dan kecerdasan.
Bandura berdasarkan tiga asumsi, yaitu:
a.    Bahwa individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya, terutama perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebut sebagai perilaku model atau perilaku contoh. Apabila peniruan itu memperoleh penguatan, maka perilaku yang ditiru itu akan menjadi perilaku dirinya. Proses pembelajaran menurut proses kognitif individu dan kcakapan dalam membuat keputusan.
b.    Terdapat hubungkait yang erat antara pelajar dengan lingkungannya. Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan factor-faktor pribadi.
c.    Bahwa hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Atas dasar asumsi tersebut, maka pembelajaran Bandura disebut social-kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya pengaruh lingkungan social. Individu akan mengamati perilaku di lingkungannya sebagai model, kemudian ditirunya sehingga menjadi perilaku miliknya. Dengan demikian, maka Bandura ini disebut pembelajaran melalui peniruan. Perilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan, pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang sebaik-baiknya sehingga bersesuain dengan keadaan dirinya atau tujuannya.

Aplikasi Teori Belajar Albert Bandura dalam Pembelajaran Matematika

C.  Aliran Humanistik
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. (Uno, 2006: 13)
Jadi, teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
1. Carl Rogers
Carl R. Rogers dalam Hadis (2006: 71) kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya. (Hadis, 2006: 72)

2. Arthur Combs
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si peserta didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Pendekatan humanistik menganggap peserta didik sebagai a whole person atau orang sebagai suatu kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi atau bahan ajar yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik mengembangkan diri mereka sebagai manusia.Keyakinan tersebut telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan metodologi pembelajaran yang menekankan aspek humanistik pembelajaran. (Alwasilah, 1996: 23) Dalam metodologi semacam itu, pengalaman peserta didik adalah yang terpenting dan perkembangan kepribadian mereka serta penumbuhan perasaan positif dianggap penting dalam pembelajaran mereka.
Beberapa prinsip teori belajar humanistik, yaitu:
a.    Manusia mempunyai belajar alami.
b.    Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu.
c.    Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
d.    Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil.
e.    Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
f.     Belajar yang bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya.
g.    Belajar lancer jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar.
h.    Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
i.      Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
j.      Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1) Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2) Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik, (3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64)

Implikasi Aliran Humanistik dalam Pembelajaran
Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1.    Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
2.    Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.    Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.    Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.    Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.    Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
7.    Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
8.    Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik.
9.    Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
10.     Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).




BAB III
PENUTUP

1.    Kesimpulan
Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang buruk.
Aliran tingkah laku (behaviorisme) berkesimpulan bahwa studi tentang belajar itu harus berdasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yangnampak, sebab menurut teori ini manusia itu adalah organisme pasif yang bisadikontrol, dan tingkah laku manusia itu bisa dibentuk melalui ganjaran dan hukuman.
Menurut aliran psikologi kognitif bahwa anak belajar itu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mentalnya. Artinya bila seorang guru akan memberikan pengajaran harus disesuaikan dengan tahap–tahap perkembangan tersebut.

2.    Saran

Sebaiknya kita harus mengetahui berbagai aliran teori belajar yang ada agar kita bisa mengetahui peranan dan aplikasinya dalam pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar